tag:blogger.com,1999:blog-46336464059331972722024-02-20T01:35:51.360-08:00fufageofufahttp://www.blogger.com/profile/07414638102892042963noreply@blogger.comBlogger3125tag:blogger.com,1999:blog-4633646405933197272.post-18617185732000113802010-11-07T01:12:00.000-07:002010-11-07T01:12:30.089-08:00GEOLOGI SUMATERA<ol><li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><b>Gambaran Umum Pulau Sumatera</b></div></li>
</ol><div align="JUSTIFY" lang="en-US" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.14in; margin-left: 0.25in; text-indent: 0.54in;"> <span style="font-size: x-small;"><span style="font-size: small;">Pulau Sumatra, berdasarkan luas merupakan </span><span style="font-size: small;"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_pulau_menurut_luas_wilayah">pulau terbesar keenam di dunia</a>. Pulau ini membujur dari barat laut ke arah tenggara dan melintasi <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Khatulistiwa">khatulistiwa</a>, seolah membagi pulau Sumatra atas dua bagian, Sumatra belahan bumi utara dan Sumatra belahan bumi selatan. <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Pegunungan_Bukit_Barisan">Pegunungan Bukit Barisan</a> dengan beberapa puncaknya yang melebihi 3.000 m di atas permukaan laut, merupakan barisan gunung berapi aktif, berjalan sepanjang sisi barat pulau dari ujung utara ke arah selatan; sehingga membuat dataran di sisi barat pulau relatif sempit dengan pantai yang terjal dan dalam ke arah <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Samudra_Hindia">Samudra Hindia</a> dan dataran di sisi timur pulau yang luas dan landai dengan pantai yang landai dan dangkal ke arah <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Selat_Malaka">Selat Malaka</a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Selat_Bangka">Selat Bangka</a> dan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Laut_China_Selatan">Laut China Selatan</a></span><span style="font-size: small;"><span lang="id-ID">.</span></span></span></div><div align="JUSTIFY" lang="en-US" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.14in; margin-left: 0.25in; text-indent: 0.54in;"> <span style="font-size: x-small;"><span style="font-size: small;">Di bagian utara pulau Sumatra berbatasan dengan </span><span style="color: navy;"><span lang="zxx"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Laut_Andaman"><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="text-decoration: none;">Laut Andaman</span></span></span></a></span></span><span style="font-size: small;"> dan di bagian selatan dengan </span><span style="color: navy;"><span lang="zxx"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Selat_Sunda"><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="text-decoration: none;">Selat Sunda</span></span></span></a></span></span><span style="font-size: small;">. Pulau Sumatra ditutupi oleh </span><span style="color: navy;"><span lang="zxx"><a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hutan_tropik_primer&action=edit&redlink=1"><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="text-decoration: none;">hutan tropik primer</span></span></span></a></span></span><span style="font-size: small;"> dan </span><span style="color: navy;"><span lang="zxx"><a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hutan_tropik_sekunder&action=edit&redlink=1"><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="text-decoration: none;">hutan tropik sekunder</span></span></span></a></span></span><span style="font-size: small;"> yang lebat dengan tanah yang subur. Gungng berapi yang tertinggi di Sumatra adalah </span><span style="color: navy;"><span lang="zxx"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Kerinci"><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="text-decoration: none;">Gunung Kerinci</span></span></span></a></span></span><span style="font-size: small;"> di Jambi, dan dengan gunung berapi lainnya yang cukup terkenal yaitu </span><span style="color: navy;"><span lang="zxx"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Leuser"><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="text-decoration: none;">Gunung Leuser</span></span></span></a></span></span><span style="font-size: small;"> di Nanggroe Aceh Darussalam dan </span><span style="color: navy;"><span lang="zxx"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Dempo"><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="text-decoration: none;">Gunung Dempo</span></span></span></a></span></span><span style="font-size: small;"> di perbatasan Sumatra Selatan dengan Bengkulu. Pulau Sumatra merupakan kawasan episentrum </span><span style="color: navy;"><span lang="zxx"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Gempa_bumi"><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="text-decoration: none;">gempa bumi</span></span></span></a></span></span><span style="font-size: small;"> karena dilintasi oleh </span><span style="color: navy;"><span lang="zxx"><a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Patahan_kerak_bumi&action=edit&redlink=1"><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="text-decoration: none;">patahan kerak bumi</span></span></span></a></span></span><span style="font-size: small;"> disepanjang </span><span style="color: navy;"><span lang="zxx"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Bukit_Barisan"><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="text-decoration: none;">Bukit Barisan</span></span></span></a></span></span><span style="font-size: small;">, yang disebut </span><span style="color: navy;"><span lang="zxx"><a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Patahan_Sumatra&action=edit&redlink=1"><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="text-decoration: none;">Patahan Sumatra</span></span></span></a></span></span><span style="font-size: small;">; dan patahan kerak bumi di dasar Samudra Hindia disepanjang lepas pantai sisi barat Sumatra. Danau terbesar di Indonesia, </span><span style="color: navy;"><span lang="zxx"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Danau_Toba"><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="text-decoration: none;">Danau Toba</span></span></span></a></span></span><span style="font-size: small;"> terdapat di pulau Sumatra.</span></span></div><ol start="2"><li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%;"><b>Sejarah Terbentuknya Struktur Geologi Pulau Sumatera</b></div></li>
</ol><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.3in; text-indent: 0.49in;"> <span lang="en-US">Struktur geologi adalah segala unsure dari bentuk arsitektur kulit bumi / gambaran geometri (bentuk dan hubungan) yang diakibatkan oleh gejala - gejala gaya endogen. </span>Secara umum terdapat unsur - unsur dari struktur geologi yaitu, Bidang perlapisan, Lipatan, Patahan dan kekar atau joint.</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.3in; text-indent: 0.49in;"> Pada awal berkembangnya geologi, Pemikiran geologi dimulai oleh Leonardo da Vinci (1452-1519). Pada awalnya perkembangan geologi didominasi pemikiran klasik (fixist), yang menganggap pembentukan orogenesa dan geosinklin terjadi di tempat yang tetap. Mewakili pemikiran ini misalnya Erich Haarmann (1930), yang menyatakan bahwa orogenesa terjadi karena kulit bumi terangkat seperti tumor, dan melengser karena gaya berat. Selanjutnya pendapat ini diterapkan oleh van Bemmelen (1933) di Indonesia sebagai Teori Undasi.</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.3in; text-indent: 0.49in;"> Pemikiran lain, mobilist dikemukakan Antonio Snider-Pellgrini (1658) yang mencermati kesamaan bentuk pantai barat dan timur Atlantik, serta Alfred Lothar Wegener (1915) yang mengemukakan konsep “benua mengembara”. Perubahan mendasar geologi global terjadi setelah Perang Dunia II, ketika data geofisika lantai samudera menunjukkan bahwa jalur anomali magnet mempunyai rasio yang tetap di mana-mana. Pada 250 juta tahun yang lalu benua merupakan satu kesatuan benua induk, atau Pangea. Perputaran bumi mendorong benua untuk bergerak ke arah kutub, sehingga benua terpecah-pecah sebagai kepingan benua kecil-kecil seperti saat ini: 6 lempeng utama dengan 14 lempeng yang lebih kecil. Dengan demikian maka seluruh permukaan bumi berada di dalam satu kesatuan proses geologis yang universal: Tektonik Global.</div><div align="CENTER" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;">Peta pembagian lempeng – lempeng di Dunia</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.3in; text-indent: 0.49in;"> <br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.3in; text-indent: 0.49in;"> Indonesia dikenal sebagai wilayah yang mempunyai tatanan geologi yang unik dan rumit. Banyak ahli geologi yang berusaha menjelaskan fenomena tersebut, baik dengan menggunakan pendekatan teori tektonik klasik maupun tektonik global.</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.3in; text-indent: 0.49in;"> Mewakili contoh pemikiran tektonik klasik, Van Bemmelen (1933) menggunakan Teori Undasi dalam menjelaskan keberadaan jalur-jalur magmatik yang menyebar secara ritmik menerus dari Sumatera ke Kalimantan barat dan Kalimantan. Berikutnya, Westerveld (1952) merekontruksikan jalur orogen di Indonesia dengan menggunakan pendekatan konsep geosinklin. Hasilnya adalah terpetakan lima jalur orogen dan satu komplek orogen yang ada di Indonesia.</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.3in; text-indent: 0.49in;"> Menurut pemikiran tektonik global, konfigurasi saat ini merupakan representasi dari hasil kerja pertemuan konvergen tiga lempeng sejak jaman Neogen, yaitu: lempeng samudera Indo-Australia, lempeng samudera Pasifik, dan lempeng benua Asia Tenggara. Tatanan tektonik Indonesia bagian barat menunjukkan pola yang relatif lebih sederhana dibanding Indonesia timur. Kesederhanaan tatanan tektonik tersebut dipengaruhi oleh keberadaan daratan Sunda yang relatif stabil. Sementara keberadaan lempeng benua mikro yang dinamis karena dipisahkan oleh banyak sistem sangat mempengaruhi bentuk kerumitan tektonik Indonesia bagian timur. Berdasarkan konsep ini pula di Indonesia terbentuk tujuh jalur orogen, yaitu jalur-jalur orogen: Sunda, Barisan, Talaud, Sulawesi, Banda, Melanisia dan Dayak.</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.3in; text-indent: 0.49in;"> Sekilas mengenai gambaran sejarah terbentuknya geologi Indonesia, pada paragraph selanjutnya akan dibahas selangkah lebih mengerucut tentang mengenai dampak yang terjadi dari adanya penunjaman sunda oleh lempeng australia baik bagi kondisi busur sunda maupun sesar pulau sumatera.</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.3in; text-indent: 0.49in;"> Sistem penunjaman Sunda berawal dari sebelah barat Sumba, ke Bali, Jawa, dan Sumatera sepanjang 3.700 km, serta berlanjut ke Andaman-Nicobar dan Burma. Arah penunjaman menunjukkan beberapa variasi, yaitu relatif menunjam tegak lurus di Sumba dan Jawa serta menunjam miring di sepanjang Sumatera, kepulauan Andaman dan Burma. Penunjaman mempunyai kemiringan sekitar 7o. Busur akresi terbentuk selebar 75 – 150 km dari palung dengan ketebalan material terakresi mencapai 15 km. Cekungan muka busur berada di antara punggungan muka busur dan garis pantai sistem penunjaman dengan lebar 150 - 200 km. Busur vulkanik yang sekarang aktif di atas zona Benioff berada pada kedalaman 100 – 130 km. Sistem penunjaman Sunda ini merupakan tipe busur tepi kontinen sekaligus busur kepulauan, yang berlangsung selama Kenozoikum Tengah – Akhir. Busur magmatik ini berubah dari kecenderungan bersifat kontinen di Sumatera, transisional di Jawa ke busur kepulauan di Bali dan Lombok.</div><div align="JUSTIFY" lang="" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.3in; text-indent: 0.49in;"> <br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;">Gambar disamping merupakan gambar mengenai bagaimana suatu penunjaman antar lempeng terjadi. </div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.25in; text-indent: 0.54in;"> Berdasarkan karakteristik morfologi, ketebalan endapan palung busur dan arah penunjaman, busur Sunda dibagi menjadi beberapa propinsi. Dari timur ke barat terdiri dari propinsi Jawa, Sumatera Selatan dan Tengah, Sumatera Utara – Nicobar, Andaman dan Burma. Diantara Propinsi Jawa dan Sumatera Tengah – Selatan terdapat Selat Sunda yang merupakan batas tenggara lempeng Burma. Penyimpulan ini menyisakan pertanyaan karena kenampakan anomali gaya berat menunjukkan bahwa pola Jawa bagian barat yang cenderung lebih sesuai dengan pola Sumatera dibanding dengan Jawa bagian Timur.</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.25in; text-indent: 0.54in;"> <b>Pengaruh Tektonik Regional pada Perkembangan Sesar Sumatera,</b> Sejarah tektonik Pulau Sumatera berhubungan erat dengan pertumbukan antara lempeng India-Australia dan Asia Tenggara, sekitar 45,6 Juta tahun lalu yang mengakibatkan perubahan sistematis dari perubahan arah dan kecepatan relatif antar lempengnya berikut kegiatan ekstrusi yang terjadi padanya. Proses tumbukan ini mengakibatkan terbentuknya banyak sistem sesar geser di bagian sebelah timur India, untuk mengakomodasikan perpindahan massa secara tektonik. Selanjutnya sebagai respon tektonik akibat dari bentuk melengkung ke dalam dari tepi lempeng Asia Tenggara terhadap Lempeng Indo-Australia, besarnya slip-vectorini secara geometri akan mengalami kenaikan ke arah barat laut sejalan dengan semakin kecilnya sudut konvergensi antara dua lempeng tersebut.</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.25in; text-indent: 0.54in;"> Keadaan Pulau Sumatera menunjukkan bahwa kemiringan penunjaman, punggungan busur muka dan cekungan busur muka telah terfragmentasi akibat proses yang terjadi. Kenyataan menunjukkan bahwa adanya transtensi (trans-tension) Paleosoikum tektonik Sumatera menjadikan tatanan tektonik Sumatera menunjukkan adanya tiga bagian pola. Bagian selatan terdiri dari lempeng mikro Sumatera, yang terbentuk sejak 2 juta tahun lalu dengan bentuk, geometri dan struktur sederhana, bagian tengah cenderung tidak beraturan dan bagian utara yang tidak selaras dengan pola penunjaman.</div><div style="margin-bottom: 0in;"><br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.3in; text-indent: 0.49in;"> Kompleksitas tatanan geologi Sumatera, perubahan lingkungan tektonik dan perkembangannya dalam ruang dan waktu memungkinkan sebagai penyebab keanekaragaman arah pola vektor hubungannya dengan slip-ratedan segmentasi Sesar Sumatera. Hal tersebut antara lain karena (1) perbedaan lingkungan tektonik akan menjadikan batuan memberikan tanggapan yang beranekaragam pada reaktivasi struktur, serta (2) struktur geologi yang lebih tua yang telah terbentuk akan mempengaruhi kemampuan deformasi batuan yang lebih muda.</div><ol start="3"><li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%;"><b>Kondisi Geologi Pualu Sumatera</b></div></li>
</ol><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.25in; text-indent: 0.5in;"> Secara garis besar, Pulau Sumatera terbagi menjadi beberapa geologi regional sumatera yang dalam makalah ini akan dicoba untuk dibahas satu persatu setiap geologi regional itu. </div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.25in; text-indent: 0.5in;"> Dalam pembahasan kali ini, akan dijelaskan mengenai Geologi Regional Sumbar, Geologi Regional Sumteng dan Sumatera Selatan. </div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.25in; text-indent: 0.5in;"> <br />
</div><ol><ol><li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><b>Kondisi Geologi Sumbar</b></div></li>
</ol></ol><div align="JUSTIFY" lang="" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"> <br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><br />
</div><div align="CENTER" style="margin-bottom: 0.11in;">Peta indeks provinsi Sumatera Barat</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.17in; margin-left: 0.3in; text-indent: 0.5in;"> Data geologi daerah Provinsi Sumatera Barat merupakan hasil kompilasi/perpaduan dari beberapa peta geologi sekala 1 : 250.000 yang \ diterbitkan oleh Pusat Survey Geologi (Badan Geologi), peta geologi tersebut antara lain adalah lembar Pulau Telu – Muara Sikabaluan (0615 - 0614); lembar Lubuk Sikaping (0716); lembar Painan - Muara Siberut (0814 - 0714); lembar Sikakap - Burisi (0713 – 0712); lembar Sungai Penuh (0813); lembar Padang (0715) dan lembar Solok (0815).</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.17in; margin-left: 0.3in; text-indent: 0.5in;"> Penyederhanaan geologi didasarkan pada pengelompokan umur dan jenis batuan, sehingga geologi Prov. Sumatera Barat dari kelompok umur paling tua ke muda dapat diuraikan sbb. : (Lihat Gambar 1)</div><div align="JUSTIFY" lang="" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"> <br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><br />
</div><div style="margin-bottom: 0.11in;"><br />
<br />
</div><div style="margin-bottom: 0.11in;"><br />
<br />
</div><div style="margin-bottom: 0.11in;"><br />
<br />
</div><div style="margin-bottom: 0.11in;"><br />
<br />
</div><div align="CENTER" style="margin-bottom: 0.11in;"><br />
Gambar 1. Peta Geologi Regional Sumatera Barat.</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.11in; margin-left: 0.3in;"> Struktur yang berkembang di Provinsi Sumatera Barat adalah struktur perlipatan (antiklinorium) dan struktur sesar dengan arah umum baratlaut – tenggara, yang mengikuti struktur regional P. Sumatera. Kondisi stratigrafi dari struktur geologi sumatera barat adalah sebagai berikut.</div><div style="margin-bottom: 0.11in; margin-left: 0.3in;"><br />
<br />
</div><ul><li><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.11in;"><b>Kelompok Pra Tersier </b>: kelompok ini mencakup masa Paleozoikum – Mesozoikum, dipisahkan menjadi kelompok batuan ultrabasa; kelompok batuan melange, kelompok batuan malihan; kelompok batuan gunungapi dan kelompok batuan terobosan. </div></li>
<li><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.11in;"><b>Kelompok batuan ultrabasa Pra Tersier </b>disusun oleh batuan harzburgit, dunit, serpentinit, gabro dan basalt. </div></li>
<li><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.11in;"><b>Kelompok Melange Pra Tersier </b>merupakan kelompok batuan campur aduk yang disusun oleh batuhijau, graywake, tufa dan batugamping termetakan, rijang aneka warna. Kelompok batuan malihan Pra Tersier disusun oleh batuan sekis, filit, kwarsit, batusabak, batugamping termetakan. </div></li>
<li><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.11in;"><b>Kelompok batuan sedimen Pra Tersier </b>yang didominasi oleh batugamping hablur sedangkan kelompok batuan terobosan Pra Tersier disusun oleh granit, diorit, granodiorit, porfiri kuarsa, diabas dan basalt.</div></li>
<li><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.11in;"><b>Kelompok transisi Pra Tersier – Tersier Bawah </b>yang merupakan kelompok batuan terobosan yang terdiri dari batuan granodiorit dan granit.</div></li>
<li><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.11in;"><b>Kelompok Tersier </b>dipisahkan menjadi kelompok batuan ultrabasa; kelompok batuan melange; kelompok batuan sedimen; kelompok batuan gunungapi dan kelompok batuan terobosan. Kelompok batuan ultrabasa Tersier disusun oleh batuan serpentinit, piroksenit dan dunit. </div></li>
<li><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.11in;"><b>Kelompok batuan melang Tersier </b>yang merupakan batuan campur aduk disusun oleh graywake, serpih, konglomerat, batupasir kwarsa, arkose, serpentinit, gabro, lava basalt dan batusabak. </div></li>
<li><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.11in;"><b>Kelompok batuan sedimen Tersier </b>disusun oleh konglomerat, aglomerat, batulanau, batupasir, batugamping, breksi dan napal.</div></li>
<li><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.11in;"><b>Kelompok batuan gunungapi Tersier </b>disusun oleh batuan gunungapi bersifat andesitik-basaltik, lava basalt sedangkan kelompok batuan terobosan Tersier terdiri dari granit, granodiorit, diorit, andesit porfiritik dan diabas.</div></li>
<li><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.11in;"><b>Kelompok transisi Tersier – Kwarter </b>(Plio-Plistosen) dapat dipisahkan menjadi kelompok batuan sedimen; kelompok batuan gunungapi dan kelompok batuan terobosan. </div></li>
<li><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.11in;"><b>Kelompok batuan sedimen Plio-Plistosen </b>disusun oleh konglomerat polimik, batupasir, batulanau dan perselingan antara napal dan batupasir.</div></li>
<li><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.11in;"><b>Kelompok batuan gunungapi Plio-Plistosen </b>disusun oleh batuan gunungapi andesitik-basaltik, tufa, breksi dan endapan lahar sedangkan kelompok batuan terobosan Plio-Plistosen terdiri dari riolit afanitik, retas basalt dan andesit porfir.</div></li>
<li><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.11in;"><b>Kelompok Kwarter </b>dipisahkan menjadi kelompok batuan sedimen; batuan gunungapi dan aluvium.</div></li>
</ul><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.11in; margin-left: 0.55in;"> <br />
<br />
</div><ol><ol start="2"><li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><b>Kondisi Geologi Sumteng (Cekungan Sumatera Tengah)</b></div></li>
</ol></ol><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.5in;"> <br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.5in; text-indent: 0.5in;"> <b>Tektonik Regional, </b>Cekungan Sumatra tengah merupakan cekungan sedimentasi tersier penghasil hidrokarbon terbesar di Indonesia. Ditinjau dari posisi tektoniknya, Cekungan Sumatra tengah merupakan cekungan belakang busur.</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.5in; text-indent: 0.5in;"> Cekungan Sumatra tengah ini relatif memanjang Barat laut-Tenggara, dimana pembentukannya dipengaruhi oleh adanya subduksi lempeng Hindia-Australia dibawah lempeng Asia (gambar 1). Batas cekungan sebelah Barat daya adalah Pegunungan Barisan yang tersusun oleh batuan pre-Tersier, sedangkan ke arah Timur laut dibatasi oleh paparan Sunda. Batas tenggara cekungan ini yaitu Pegunungan Tigapuluh yang sekaligus memisahkan Cekungan Sumatra tengah dengan Cekungan Sumatra selatan. Adapun batas cekungan sebelah barat laut yaitu Busur Asahan, yang memisahkan Cekungan Sumatra tengah dari Cekungan Sumatra utara (gambar 2). </div><div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in; text-indent: 0.58in;"><br />
</div><div align="CENTER" lang="" style="margin-bottom: 0in;"><br />
</div><div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in; text-indent: 0.58in;"><br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.83in; margin-right: 0.25in; text-indent: -0.67in;"> <br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.83in; margin-right: 0.25in; text-indent: -0.67in;"> <br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.83in; margin-right: 0.25in; text-indent: -0.67in;"> <br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.83in; margin-right: 0.25in; text-indent: -0.67in;"> <br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.83in; margin-right: 0.25in; text-indent: -0.67in;"> <br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.83in; margin-right: 0.25in; text-indent: -0.67in;"> <br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.83in; margin-right: 0.25in; text-indent: -0.67in;"> <br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.83in; margin-right: 0.25in; text-indent: -0.67in;"> <br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.83in; margin-right: 0.25in; text-indent: -0.67in;"> <br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.83in; margin-right: 0.25in; text-indent: -0.67in;"> <br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.83in; margin-right: 0.25in; text-indent: -0.67in;"> <br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.83in; margin-right: 0.25in; text-indent: -0.67in;"> <br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.83in; margin-right: 0.25in; text-indent: -0.67in;"> <br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.83in; margin-right: 0.25in; text-indent: -0.67in;"> <br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.83in; margin-right: 0.25in; text-indent: -0.67in;"> <br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 1.17in; margin-right: 0.25in; text-indent: -0.67in;"> <span style="font-size: x-small;">Gambar 1. Peta pergerakan lempeng Daerah Sumatra dan kawasan Asia Tenggara lainnya pada masa kini</span></div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.5in; text-indent: 0.5in;"> Proses subduksi lempeng Hindia-Australia menghasilkan peregangan kerak di bagian bawah cekungan dan mengakibatkan munculnya konveksi panas ke atas dan diapir-diapir magma dengan produk magma yang dihasilkan terutama bersifat asam, sifat magma dalam dan hipabisal. Selain itu, terjadi juga aliran panas dari mantel ke arah atas melewati jalur-jalur sesar. Secara keseluruhan, hal-hal tersebutlah yang mengakibatkan tingginya <i>heat flow </i>di daerah cekungan Sumatra tengah (Eubank et al., 1981 dalam Wibowo, 1995). </div><div align="JUSTIFY" style="margin-bottom: 0in; text-indent: 0.58in;"></div><div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;"><br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.49in; text-indent: 0.49in;"> Faktor pengontrol utama struktur geologi regional di cekungan Sumatra tengah adalah adanya Sesar Sumatra yang terbentuk pada zaman kapur. Subduksi lempeng yang miring dari arah Barat daya pulau Sumatra mengakibatkan terjadinya <i>strong dextral wrenching stress</i> di Cekungan Sumatra tengah (Wibowo, 1995). Hal ini dicerminkan oleh bidang sesar yang curam yang berubah sepanjang jurus perlapisan batuan, struktur sesar naik dan adanya <i>flower structure</i> yang terbentuk pada saat inversi tektonik dan pembalikan-pembalikan struktur (gambar 3). Selain itu, terbentuknya sumbu perlipatan yang searah jurus sesar dengan penebalan sedimen terjadi pada bagian yang naik (<i>inverted</i>) (Shaw et al., 1999). </div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.49in; text-indent: 0.49in;"> Struktur geologi daerah cekungan Sumatra tengah memiliki pola yang hampir sama dengan cekungan Sumatra Selatan, dimana pola struktur utama yang berkembang berupa struktur Barat laut-Tenggara dan Utara-Selatan (Eubank et al., 1981 dalam Wibowo, 1995). Walaupun demikian, struktur berarah Utara-Selatan jauh lebih dominan dibandingkan struktur Barat laut–Tenggara. </div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.49in; text-indent: 0.49in;"> Elemen tektonik yang membentuk konfigurasi Cekungan Sumatra tengah dipengaruhi adanya morfologi <i>High – Low </i>pre-Tersier. Pada gambar 4 dapat dilihat pengaruh struktur dan morfologi <i>High – Low</i> terhadap konfigurasi basin di Cekungan Sumatra tengah (kawasan <i>Bengkalis Graben</i>), termasuk penyebaran <i>depocenter </i>dari <i>graben </i>dan <i>half graben</i>. Lineasi <i>Basement</i> Barat laut-Tenggara sangat terlihat pada daerah ini dan dapat ditelusuri di sepanjang cekungan Sumatra tengah. Liniasi ini telah dibentuk dan tereaktivasi oleh pergerakan tektonik paling muda (tektonisme Plio-Pleistosen). Akan tetapi liniasi <i>basement</i> ini masih dapat diamati sebagai suatu komponen yang mempengaruhi pembentukan formasi dari cekungan Paleogen di daerah Cekungan Sumatra tengah.</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.49in; text-indent: 0.49in;"> Sejarah tektonik cekungan Sumatra tengah secara umum dapat disimpulkan menjadi beberapa tahap, yaitu :</div><ol><li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;">Konsolidasi <i>Basement</i> pada zaman Yura, terdiri dari sutur yang berarah Barat laut-Tenggara. </div></li>
<li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><i>Basement</i> terkena aktivitas magmatisme dan erosi selama zaman Yura akhir dan zaman Kapur. </div></li>
<li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;">Tektonik ekstensional selama Tersier awal dan Tersier tengah (Paleogen) menghasilkan sistem <i>graben</i> berarah Utara-Selatan dan Barat laut-Tenggara. Kaitan aktivitas tektonik ini terhadap paleogeomorfologi di Cekungan Sumatra tengah adalah terjadinya perubahan lingkungan pengendapan dari longkungan darat, rawa hingga lingkungan lakustrin, dan ditutup oleh kondisi lingkungan fluvial-delta pada akhir fase <i>rifting</i>. </div></li>
<li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;">Selama deposisi berlangsung di Oligosen akhir sampai awal Miosen awal yang mengendapkan batuan reservoar utama dari kelompok Sihapas, tektonik Sumatra relatif tenang. Sedimen klastik diendapkan, terutama bersumber dari daratan Sunda dan dari arah Timur laut meliputi Semenanjung Malaya. Proses akumulasi sedimen dari arah timur laut Pulau Sumatra menuju cekungan, diakomodir oleh adanya struktur-struktur berarah Utara-Selatan. Kondisi sedimentasi pada pertengahan Tersier ini lebih dipengaruhi oleh fluktuasi muka air laut global (eustasi) yang menghasilkan episode sedimentasi transgresif dari kelompok Sihapas dan Formasi Telisa, ditutup oleh episode sedimentasi regresif yang menghasilkan Formasi Petani. </div></li>
<li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;">Akhir Miosen akhir volkanisme meningkat dan tektonisme kembali intensif dengan rejim kompresi mengangkat pegunungan Barisan di arah Barat daya cekungan. Pegunungan Barisan ini menjadi sumber sedimen pengisi cekungan selanjutnya (<i>later basin fill</i>). Arah sedimentasi pada Miosen akhir di Cekungan Sumatra tengah berjalan dari arah selatan menuju utara dengan kontrol struktur-struktur berarah utara selatan. </div></li>
<li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;">Tektonisme Plio-Pleistosen yang bersifat kompresif mengakibatkan terjadinya inversi-inversi struktur <i>Basement</i> membentuk sesar-sesar naik dan lipatan yang berarah Barat laut-Tenggara. Tektonisme Plio-Pleistosen ini juga menghasilkan ketidakselarasan regional antara formasi Minas dan endapan alluvial kuarter terhadap formasi-formasi di bawahnya. </div></li>
</ol><div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;"></div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.5in; text-indent: 0.48in;"> <b>Stratigrafi Regional </b>, Proses sedimentasi di Cekungan Sumatra tengah dimulai pada awal tersier (Paleogen), mengikuti proses pembentukan cekungan <i>half graben </i>yang sudah berlangsung sejak zaman Kapur hingga awal tersier.</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.5in; text-indent: 0.48in;"> Konfigurasi <i>basement </i>cekungan tersusun oleh batuan-batuan metasedimen berupa <i>greywacke</i>, kuarsit dan argilit. Batuan dasar ini diperkirakan berumur Mesozoik. Pada beberapa tempat, batuan metasedimen ini terintrusi oleh granit (Koning & Darmono, 1984 dalam Wibowo, 1995).</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.5in; text-indent: 0.48in;"> Secara umum proses sedimentasi pengisian cekungan ini dapat dikelompokkan sebagai berikut :</div><ul><li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><b>Rift (Siklis Pematang)</b>,Secara keseluruhan, sedimen pengisi cekungan pada fase tektonik ekstensional (<i>rift</i>) ini dikelompokkan sebagai Kelompok Pematang yang tersusun oleh batulempung, serpih karbonan, batupasir halus dan batulanau aneka warna. Lemahnya refleksi seismik dan amplitudo yang kuat pada data seismik memberikan indikasi fasies yang berasosiasi dengan lingkungan lakustrin.</div></li>
</ul><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.75in;"> Pengendapan pada awal proses <i>rifting </i>berupa sedimentasi klastika darat dan lakustrin dari <i>Lower Red Bed Formation </i>dan <i>Brown Shale Formation</i>. Ke arah atas menuju fase <i>late rifting</i>, sedimentasi berubah sepenuhnya menjadi lingkungan lakustrin dan diendapkan Formasi Pematang sebagai <i>Lacustrine Fill sediments</i>.</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.75in;"> </div><ol><li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><b>Formasi </b><i><b>Lower Red Bed </b></i> </div></li>
</ol><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.75in; text-indent: 0.42in;"> Tersusun oleh batulempung berwarna merah – hijau, batulanau, batupasir kerikilan dan sedikit konglomerat serta breksi yang tersusun oleh <i>pebble </i>kuarsit dan filit. Kondisi lingkungan pengendapan diinterpretasikan berupa <i>alluvial braid-plain </i>dilihat dari banyaknya <i>muddy matrix</i> di dalam konglomerat dan breksi</div><ol start="2"><li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><b>Formasi </b><i><b>Brown Shale</b></i></div></li>
</ol><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.75in; text-indent: 0.42in;"> Formasi ini cukup banyak mengandung material organik, dicirikan oleh warna yang coklat tua sampai hitam. Tersusun oleh serpih dengan sisipan batulanau, di beberapa tempat terdapat selingan batupasir, konglomerat dan paleosol. Ketebalan formasi ini mencapai lebih dari 530 m di bagian <i>depocenter</i>. </div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.75in; text-indent: 0.42in;"> Formasi ini diinterpretasikan diendapkan di lingkungan danau dalam dengan kondisi <i>anoxic </i>dilihat dari tidak adanya bukti bioturbasi. Interkalasi batupasir batupasir–konglomerat diendapkan oleh proses <i>fluvial channel fill</i>. Menyelingi bagian tengah formasi ini, terdapat beberapa horison <i>paleosol</i> yang dimungkinkan terbentuk pada bagian pinggiran/batas danau yang muncul ke permukaan (lokal <i>horst</i>), diperlihatkan oleh rekaman inti batuan di komplek Bukit Susah.</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.75in; text-indent: 0.42in;"> Secara tektonik, formasi ini diendapkan pada kondisi penurunan cekungan yang cepat sehingga aktivitas fluvial tidak begitu dominan. </div><ol start="3"><li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><b>Formasi </b><i><b>Coal Zone</b></i></div></li>
</ol><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.75in; text-indent: 0.42in;"> Secara lateral, formasi ini dibeberapa tempat equivalen dengan Formasi <i>Brown Shale</i>. Formasi ini tersusun oleh perselingan serpih dengan batubara dan sedikit batupasir. </div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.75in; text-indent: 0.42in;"> Lingkungan pengendapan dari formasi ini diinterpretasikan berupa danau dangkal dengan kontrol proses fluvial yang tidak dominan. Ditinjau dari konfigurasi cekungannya, formasi ini diendapkan di daerah dangkal pada bagian aktif graben menjauhi <i>depocenter </i>(gambar 6). </div><ol start="4"><li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><b>Formasi </b><i><b>Lake Fill</b></i></div></li>
</ol><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.75in; text-indent: 0.42in;"> Tersusun oleh batupasir, konglomerat dan serpih. Komposisi batuan terutama berupa klastika batuan filit yang dominan, secara vertikal terjadi penambahan kandungan litoklas kuarsa dan kuarsit. Struktur sedimen gradasi normal dengan beberapa gradasi terbalik mengindikasikan lingkungan pengendapan <i>fluvial-deltaic</i>. </div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.75in; text-indent: 0.42in;"> Formasi ini diendapkan secara progradasi pada lingkungan fluvial menuju delta pada lingkungan danau. Selama pengendapan formasi ini, kondisi tektonik mulai tenang dengan penurunan cekungan yang mulai melambat (<i>late rifting stage</i>). Ketebalan formasi mencapai 600 m.</div><ol start="5"><li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><b>Formasi </b><i><b>Fanglomerate</b></i></div></li>
</ol><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.75in; text-indent: 0.42in;"> Diendapkan disepanjang bagian turun dari sesar sebagai seri dari endapan aluvial. Tersusun oleh batupasir, konglomerat, sedikit batulempung berwarna hijau sampai merah. Baik secara vertikal maupun lateral, formasi ini dapat bertransisi menjadi formasi <i>Lower Red Bed, Brown Shale, Coal Zone </i>dan <i>Lake Fill</i>. </div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.75in; text-indent: 0.42in;"> Di beberapa daerah sepertihalnya di Sub-Cekungan Aman, dua formasi terakhir (<i>Lake Fill </i>dan <i>Fanglomerat</i>) dianggap satu kesatuan yang equivalen dengan Formasi Pematang berdasarkan sifat dan penyebarannya pada penampang seismik. </div><ul><li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><b>Sag</b></div></li>
</ul><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.75in; text-indent: 0.42in;"> Secara tidak selaras diatas Kelompok Pematang diendapkan sedimen Neogen. Fase sedimentasi ini diawali oleh episode transgresi yang diwakili oleh Kelompok Sihapas dan mencapai puncaknya pada Formasi Telisa. </div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.75in;"> <br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.75in;"> <span style="font-size: x-small;"><b>(Siklis Sihapas </b></span><span style="font-size: x-small;"><b></b></span><span style="font-size: x-small;"><b> transgresi awal)</b></span></div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.75in; text-indent: 0.42in;"> Kelompok Sihapas yang terbentuk pada awal episode transgresi terdiri dari Formasi Menggala, Formasi Bangko, Formasi Bekasap dan Formasi Duri. Kelompok ini tersusun oleh batuan klastika lingkungan <i>fluvial-deltaic</i> sampai laut dangkal. Pengendapan kelompok ini berlangsung pada Miosen awal – Miosen tengah. </div><ol><li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;">Formasi Menggala</div></li>
</ol><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.75in; text-indent: 0.42in;"> Tersusun oleh batupasir konglomeratan dengan ukuran butir kasar berkisar dari gravel hingga ukuran butir sedang. Secara lateral, batupasir ini bergradasi menjadi batupasir sedang hingga halus. Komposisi utama batuan berupa kuarsa yang dominan, dengan struktur sedimen <i>trough cross-bedding </i>dan <i>erosional basal scour</i>. Berdasarkan litologi penyusunnya diperkirakan diendapkan pada <i>fluvial-channel </i>lingkungan <i>braided stream</i>. </div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.75in; text-indent: 0.42in;"> Formasi ini dibedakan dengan <i>Lake Fill Formation </i>dari kelompok Pematang bagian atas berdasarkan tidak adanya lempung merah terigen pada matrik (Wain et al., 1995). Ketebalan formasi ini mencapai 250 m, diperkirakan berumur awal Miosen bawah. </div><ol start="2"><li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;">Formasi Bangko</div></li>
</ol><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.75in; text-indent: 0.42in;"> Formasi ini tersusun oleh serpih karbonan dengan perselingan batupasir halus-sedang. Diendapkan pada lingkungan paparan laut terbuka. Dari fosil foraminifera planktonik didapatkan umur N5 (Blow, 1963). Ketebalan maksimum formasi kurang lebih 100 m. </div><ol start="3"><li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;">Formasi Bekasap</div></li>
</ol><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.75in; text-indent: 0.5in;"> Formasi ini tersusun oleh batupasir masif berukuran sedang-kasar dengan sedikit interkalasi serpih, batubara dan batugamping. Berdasarkan ciri litologi dan fosilnya, formasi ini diendapkan pada lingkungan air payau dan laut terbuka. Fosil pada serpih menunjukkan umur N6 – N7. Ketebalan seluruh formasi ini mencapai 400 m.</div><ol start="4"><li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;">Formasi Duri</div></li>
</ol><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.75in; text-indent: 0.42in;"> Di bagian atas pada beberapa tempat, formasi ini equivalen dengan formasi Bekasap. Tersusun oleh batupasir halus-sedang dan serpih. Ketebalan maksimum mencapai 300 m. Formasi ini berumur N6 – N8. </div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 1.08in; text-indent: -0.33in;"> <br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 1.08in; text-indent: -0.33in;"> <br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 1.08in; text-indent: -0.33in;"> <span style="font-size: x-small;"><b>(Formasi Telisa </b></span><span style="font-size: x-small;"><b></b></span><span style="font-size: x-small;"><b> transgresi akhir)</b></span></div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.75in; text-indent: 0.42in;"> Formasi Telisa yang mewakili episode sedimentasi pada puncak transgresi tersusun oleh serpih dengan sedikit interkalasi batupasir halus pada bagian bawahnya. Di beberapa tempat terdapat lensa-lensa batugamping pada bagian bawah formasi. Ke arah atas, litologi berubah menjadi serpih mencirikan kondisi lingkungan yang lebih dalam. Diinterpretasikan lingkungan pengendapan formasi ini berupa lingkungan Neritik – Bathyal atas. </div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.75in; text-indent: 0.42in;"> Secara regional, serpih marine dari formasi ini memiliki umur yang sama dengan Kelompok Sihapas, sehingga kontak Formasi Telisa dengan dibawahnya adalah transisi fasies litologi yang berbeda dalam posisi stratigrafi dan tempatnya. Ketebalan formasi ini mencapai 550 m, dari analisis fosil didapatkan umur N6 – N11. </div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 1.08in; text-indent: -0.33in;"> <br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 1.08in; text-indent: -0.33in;"> <span style="font-size: x-small;"><b>(Formasi Petani </b></span><span style="font-size: x-small;"><b></b></span><span style="font-size: x-small;"><b> regresi)</b></span></div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.75in; text-indent: 0.43in;"> Tersusun oleh serpih berwarna abu-abu yang kaya fosil, sedikit karbonatan dengan beberapa lapisan batupasir dan batulanau. Secara vertikal, kandungan tuf dalam batuan semakin meningkat. </div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.75in; text-indent: 0.43in;"> Selama pengendapan satuan ini, aktivitas tektonik kompresi dan volkanisme kembali aktif (awal pengangkatan Bukit Barisan), sehingga dihasilkan material volkanik yang melimpah. Kondisi air laut global (eustasi) berfluktuasi secara signifikan dengan penurunan muka air laut sehingga terbentuk beberapa ketidakselarasan lokal di beberapa tempat. </div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.75in; text-indent: 0.43in;"> Formasi ini diendapkan pada episode regresif secara selaras diatas Formasi Telisa. Walaupun demikian, ke arah timur laut secara lokal formasi ini memiliki kontak tidak selaras dengan formasi di bawahnya. Ketebalan maksimum formasi ini mencapai 1500 m, diendapkan pada Miosen tengah– Pliosen.</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.17in; text-indent: 0.42in;"> <br />
</div><ul><li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><b>Inversi</b></div></li>
</ul><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.75in; text-indent: 0.42in;"> Pada akhir tersier terjadi aktivitas tektonik mayor berupa puncak dari pengangkatan Bukit Barisan yang menghasilkan ketidakselarasan regional pada Plio-Pleistosen. Aktivitas tektonik ini mengakibatkan terjadinya inversi struktur sesar turun menjadi sesar naik. Pada fase tektonik inversi ini diendapkan Formasi Minas yang tersusun oleh endapan darat dan aluvium berupa konglomerat, batupasir, gravel, lempung dan aluvium berumur Pleistosen – Resen. </div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><br />
</div><ol><ol start="3"><li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><b>Kondisi Geologi Sumsel ( Cekungan Sumatera Selatan)</b></div></li>
</ol></ol><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.5in; text-indent: 0.5in;"> Wilayah Nusantara dikenal mempunyai 62 cekungan yang diisi oleh batuan sedimen berumur Tersier. Sekitar 40 % dari seluruh cekungan berada di daratan (onshore). Ke 62 cekungan tersebut tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. Cekungan berumur Pratersier kebanyakan ditemukan di wilayah Indonesia Bagian Timur, dan kebanyakan sulit ditarik batasnya dengan cekungan berumur Tersier, karena umumnya ditindih (overlain) oleh cekungan berumur Tersier.</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.5in; text-indent: 0.5in;"> Hampir semua cekungan batuan sedimen di Indonesia sangat berpotensi mengandung sumber daya migas, batubara dan serpih minyak (oil shale). Namun, batasan stratigrafi, sedimentologi, tektonik & struktur maupun dinamika cekungan semua formasi pembawa potensi sumber daya belum terakomodasi dan tergambar dalam bentuk atlas.</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.5in; text-indent: 0.5in;"> Geologi Cekungan Sumatera Selatan adalah suatu hasil kegiatan tektonik yang berkaitan erat dengan penunjaman Lempeng Indi-Australia, yang bergerak ke arah utara hingga timurlaut terhadap Lempeng Eurasia yang relatif diam. Zone penunjaman lempeng meliputi daerah sebelah barat Pulau Sumatera dan selatan Pulau Jawa. Beberapa lempeng kecil (micro-plate) yang berada di antara zone interaksi tersebut turut bergerak dan menghasilkan zone konvergensi dalam berbagai bentuk dan arah. Penunjaman lempeng Indi-Australia tersebut dapat mempengaruhi keadaan batuan, morfologi, tektonik dan struktur di Sumatera Selatan. Tumbukan tektonik lempeng di Pulau Sumatera menghasilkan jalur busur depan, magmatik, dan busur belakang.</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.5in; text-indent: 0.5in;"> <br />
</div><div align="JUSTIFY" lang="" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.5in; text-indent: 0.5in;"> <br />
</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.5in; text-indent: 0.5in;"> Cekungan Sumatera Selatan terbentuk dari hasil penurunan (depression) yang dikelilingi oleh tinggian-tinggian batuan Pratersier. Pengangkatan Pegunungan Barisan terjadi di akhir Kapur disertai terjadinya sesar-sesar bongkah (block faulting). Selain Pegunungan Barisan sebagai pegunungan bongkah (block mountain) beberapa tinggian batuan tua yang masih tersingkap di permukaan adalah di Pegunungan Tigapuluh, Pegunungan Duabelas, Pulau Lingga dan Pulau Bangka yang merupakan sisa-sisa tinggian "Sunda Landmass", yang sekarang berupa Paparan Sunda. Cekungan Sumatera Selatan telah mengalami tiga kali proses orogenesis, yaitu yang pertama adalah pada Mesozoikum Tengah, kedua pada Kapur Akhir sampai Tersier Awal dan yang ketiga pada Plio-Plistosen. Orogenesis Plio-Plistosen menghasilkan kondisi struktur geologi seperti terlihat pada saat ini. Tektonik dan struktur geologi daerah Cekungan Sumatera Selatan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu, Zone Sesar Semangko, zone perlipatan yang berarah baratlaut-tenggara dan zona sesar-sesar yang berhubungan erat dengan perlipatan serta sesar-sesar Pratersier yang mengalami peremajaa.</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.5in; text-indent: 0.5in;"> Secara fisiografis Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan Tersier berarah barat laut – tenggara, yang dibatasi Sesar Semangko dan Bukit Barisan di sebelah barat daya, Paparan Sunda di sebelah timur laut, Tinggian Lampung di sebelah tenggara yang memisahkan cekungan tersebut dengan Cekungan Sunda, serta Pegunungan Dua Belas dan Pegunungan Tiga Puluh di sebelah barat laut yang memisahkan Cekungan Sumatra Selatan dengan Cekungan Sumatera Tengah.</div><div align="CENTER" lang="en-GB" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.19in; margin-top: 0.19in;"> </div><div align="CENTER" lang="en-GB" style="margin-bottom: 0.19in; margin-left: 0.5in; margin-top: 0.19in;"> Posisi Cekungan Sumatera Selatan sebagai cekungan busur belakang (Blake, 1989)</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.19in; margin-left: 0.5in; margin-top: 0.19in; text-indent: 0.5in;"> <strong>Tektonik Regional, </strong>Blake (1989) menyebutkan bahwa daerah Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan busur belakang berumur Tersier yang terbentuk sebagai akibat adanya interaksi antara Paparan Sunda (sebagai bagian dari lempeng kontinen Asia) dan lempeng Samudera India. Daerah cekungan ini meliputi daerah seluas 330 x 510 km<sup>2</sup>, dimana sebelah barat daya dibatasi oleh singkapan Pra-Tersier Bukit Barisan, di sebelah timur oleh Paparan Sunda (<em>Sunda Shield</em>), sebelah barat dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh dan ke arah tenggara dibatasi oleh Tinggian Lampung.</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.19in; margin-left: 0.5in; margin-top: 0.19in; text-indent: 0.5in;"> Menurut Salim et al. (1995), Cekungan Sumatera Selatan terbentuk selama Awal Tersier (Eosen – Oligosen) ketika rangkaian (seri) graben berkembang sebagai reaksi sistem penunjaman menyudut antara lempeng Samudra India di bawah lempeng Benua Asia.</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.19in; margin-left: 0.5in; margin-top: 0.19in; text-indent: 0.5in;"> Menurut De Coster, 1974 (dalam Salim, 1995), diperkirakan telah terjadi 3 episode orogenesa yang membentuk kerangka struktur daerah Cekungan Sumatera Selatan yaitu orogenesa Mesozoik Tengah, tektonik Kapur Akhir – Tersier Awal dan Orogenesa Plio – Plistosen.</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.19in; margin-left: 0.5in; margin-top: 0.19in; text-indent: 0.5in;"> Episode pertama, endapan – endapan Paleozoik dan Mesozoik termetamorfosa, terlipat dan terpatahkan menjadi bongkah struktur dan diintrusi oleh batolit granit serta telah membentuk pola dasar struktur cekungan. Menurut Pulunggono, 1992 (dalam Wisnu dan Nazirman ,1997), fase ini membentuk sesar berarah barat laut – tenggara yang berupa sesar – sesar geser.</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.19in; margin-left: 0.5in; margin-top: 0.19in; text-indent: 0.5in;"> Episode kedua pada Kapur Akhir berupa fase ekstensi menghasilkan gerak – gerak tensional yang membentuk <em>graben</em> dan <em>horst</em> dengan arah umum utara – selatan. Dikombinasikan dengan hasil orogenesa Mesozoik dan hasil pelapukan batuan – batuan Pra – Tersier, gerak gerak tensional ini membentuk struktur tua yang mengontrol pembentukan Formasi Pra – Talang Akar.</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.19in; margin-left: 0.5in; margin-top: 0.19in; text-indent: 0.5in;"> Episode ketiga berupa fase kompresi pada Plio – Plistosen yang menyebabkan pola pengendapan berubah menjadi regresi dan berperan dalam pembentukan struktur perlipatan dan sesar sehingga membentuk konfigurasi geologi sekarang. Pada periode tektonik ini juga terjadi pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan yang menghasilkan sesar mendatar Semangko yang berkembang sepanjang Pegunungan Bukit Barisan. Pergerakan horisontal yang terjadi mulai Plistosen Awal sampai sekarang mempengaruhi kondisi Cekungan Sumatera Selatan dan Tengah sehingga sesar – sesar yang baru terbentuk di daerah ini mempunyai perkembangan hampir sejajar dengan sesar Semangko. Akibat pergerakan horisontal ini, orogenesa yang terjadi pada Plio – Plistosen menghasilkan lipatan yang berarah barat laut – tenggara tetapi sesar yang terbentuk berarah timur laut – barat daya dan barat laut – tenggara. Jenis sesar yang terdapat pada cekungan ini adalah sesar naik, sesar mendatar dan sesar normal.</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.19in; margin-left: 0.5in; margin-top: 0.19in; text-indent: 0.5in;"> Kenampakan struktur yang dominan adalah struktur yang berarah barat laut – tenggara sebagai hasil orogenesa Plio – Plistosen. Dengan demikian pola struktur yang terjadi dapat dibedakan atas pola tua yang berarah utara – selatan dan barat laut – tenggara serta pola muda yang berarah barat laut – tenggara yang sejajar dengan Pulau Sumatera .</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.19in; margin-left: 0.5in; margin-top: 0.19in; text-indent: 0.5in;"> <b>Stratigrafi Regional</b>, Sub Cekungan Jambi merupakan bagian Cekungan Sumatra Selatan yang merupakan cekungan belakang busur (<i>back arc basin</i>) berumur Tersier yang terbentuk sebagai akibat tumbukan antara Sundaland dan Lempeng Hindia. Secara Geografis Sub Cekungan Jambi dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh di sebelah utara, Tinggian Lampung di bagian selatan, Paparan Sunda di sebelah timur, dan Bukit Barisan di sebelah barat. </div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.19in; margin-left: 0.5in; margin-top: 0.19in; text-indent: 0.5in;"> Tatanan stratigrafi Sub Cekungan Jambi pada dasarnya terdiri dari satu siklus besar sedimentasi dimulai dari fase transgresi pada awal siklus dan fase regresi pada akhir silkusnya. Secara detail siklus ini dimulai oleh siklus non marin yaitu dengan diendapkannya Formasi Lahat pada Oligosen Awal dan kemudian diikuti oleh Formasi Talang Akar yang diendapkan secara tidak selaras di atasnya. Menurut Adiwidjaja dan De Coster (1973), Formasi Talang Akar merupakan suatu endapan kipas alluvial dan endapan sungai teranyam (<i>braided stream deposit</i>) yang mengisi suatu cekungan. Fase transgresi terus berlangsung hingga Miosen Awal dimana pada kala ini berkembang Batuan karbonat yang diendapkan pada lingkungan <i>back reef, fore reef, </i>dan <i>intertidal </i>(<i>Formasi Batu Raja</i>)<i> </i>pada bagian atas Formasi Talang Akar. Fase Transgresi maksimum ditunjukkan dengan diendapkannya Formasi Gumai bagian bawah secara selaras di atas Formasi Baturaja yang terdiri dari Batu serpih laut dalam.</div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.19in; margin-left: 0.5in; margin-top: 0.19in; text-indent: 0.5in;"> Fase regresi dimulai dengan diendapkannya Formasi Gumai bagian atas dan diikuti oleh pengendapkan Formasi Air Benakat yang didominasi oleh litologi Batu pasir pada lingkungan pantai dan delta. Formasi Air Benakat diendapkan secara selaras di atas Formasi Gumai. Pada Pliosen Awal, laut menjadi semakin dangkal dimana lingkungan pengendapan berubah menjadi laut dangkal, paludal, dataran delta dan non marin yang dicirikan oleh perselingan antara batupasir dan batulempung dengan sisipan berupa batubara (Formasi Muara Enim). Tipe pengendapan ini berlangsung hingga Pliosen Akhir dimana diendapkannya lapisan batupasir tufaan, <i>pumice</i> dan konglemerat.</div><ol><li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-top: 0.19in;"> <b>Batuan Dasar</b>, Batuan Pra-Tersier atau <i>basement</i> terdiri dari kompleks batuan Paleozoikum dan batuan Mesozoikum, batuan metamorf, batuan beku dan batuan karbonat. Batuan Paleozoikum akhir dan batuan Mesozoikum tersingkap dengan baik di Bukit Barisan, Pegunungan Tigapuluh dan Pegunungan Duabelas berupa batuan karbonat berumur permian, Granit dan Filit. Batuan dasar yang tersingkap di Pegunungan Tigapuluh terdiri dari filit yang terlipat kuat berwarna kecoklatan berumur Permian (Simanjuntak, dkk., 1991). Lebih ke arah Utara tersingkap Granit yang telah mengalami pelapukan kuat. Warna pelapukan adalah merah dengan butir-butir kuarsa terlepas akibat pelapukan tersebut. Kontak antara Granit dan filit tidak teramati karena selain kontak tersebut tertutupi pelapukan yang kuat, daerah ini juga tertutup hutan yang lebat.Menurut Simanjuntak, et.al (1991) umur Granit adalah Jura. Hal ini berarti Granit mengintrusi batuan filit.</div></li>
<li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><b>Formasi Lahat</b>, Formasi Lahat diendapkan secara tidak selaras di atas batuan dasar, merupakan lapisan dengan tebal 200 m - 3350 m yang terdiri dari konglemerat, tufa, breksi vulkanik andesitik, endapan lahar, aliran lava dan batupasir kuarsa. Secara lebih rinci berikut adalah data mengenai <span lang="en-US">petroleum system</span> dari formasi lahat.</div></li>
</ol><ul><li><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;">TOC 1.7 – 8.5 wt% à Excellent potential<span lang="en-US"> </span> </div></li>
<li><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;">HI 130-290 mg<span lang="en-US"> </span> </div></li>
<li><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;">Derajat kematangan 0.64 – 1.4 %Ro. </div></li>
<li><div lang="en-US" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;">Kerogen Tipe I dan II, III</div></li>
<li><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><span lang="en-US">Mature T-max 436-441 </span><sup><span lang="en-US">0</span></sup><span lang="en-US">C</span></div></li>
</ul><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.19in; margin-left: 0.75in; margin-top: 0.19in;"> Formasi ini memiliki 3 anggota, yaitu :</div><ul><li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 200%; margin-bottom: 0in; margin-top: 0.19in;"> Anggota Tuf Kikim Bawah, terdiri dari tuf andesitik, breksi dan lapisan lava. Ketebalan anggota ini bervariasi, antara 0 - 800 m.</div></li>
<li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 200%; margin-bottom: 0in;">Anggota Batupasir Kuarsa, diendapkan secara selaras di atas anggota pertama. Terdiri dari konglomerat dan batupasir berstruktur <i>crossbedding</i>. Butiran didominasi oleh kuarsa.</div></li>
<li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 200%; margin-bottom: 0.19in;"> Anggota Tuf Kikim Atas, diendapkan secara selaras dan bergradual di atas Anggota Batupasir Kuarsa. Terdiri dari tuf dan batulempung tufan berselingan dengan endapan mirip lahar. </div></li>
</ul><div align="JUSTIFY" lang="de-DE" style="line-height: 200%; margin-bottom: 0.19in; margin-left: 0.75in; margin-top: 0.19in;"> Formasi Lahat berumur Paleosen hingga Oligosen Awal.</div><ol start="3"><li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-top: 0.19in; page-break-before: always;"> <strong>Formasi Talang Akar</strong>, Formasi Talang Akar pada Sub Cekungan Jambi terdiri dari batulanau, batupasir dan sisipan batubara yang diendapkan pada lingkungan laut dangkal hingga transisi. Menurut Pulunggono, 1976, Formasi Talang Akar berumur Oligosen Akhir hingga Miosen Awal dan diendapkan secara selaras di atas Formasi Lahat. Bagian bawah formasi ini terdiri dari batupasir kasar, serpih dan sisipan batubara. Sedangkan di bagian atasnya berupa perselingan antara batupasir dan serpih. Ketebalan Formasi Talang Akar berkisar antara 400 m – 850 m. Secara lebih rinci berikut adalah data mengenai <span lang="en-US">petroleum system</span> dari formasi Talang Akar.</div></li>
</ol><ul><li><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;">TOC 1.<span lang="en-US">5</span> – 8 wt%à Good - Excellent<span lang="en-US"> </span> </div></li>
<li><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;">HI 1<span lang="en-US">5</span>0-<span lang="en-US">310</span> mg<span lang="en-US"> </span> </div></li>
<li><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;">Derajat kematangan 0.<span lang="en-US">54</span> – 1.<span lang="en-US">3</span> %Ro. </div></li>
<li><div lang="en-US" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;">Kerogen Tipe I dan II,III</div></li>
<li><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><span lang="en-US">Gradien geothermal 49</span><sup><span lang="en-US">0</span></sup><span lang="en-US"> C/km</span></div></li>
<li><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><span lang="en-US">Mature T-max 436-450</span><sup><span lang="en-US">0</span></sup><span lang="en-US">C </span> </div></li>
</ul><ol start="4"><li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.19in;"> <b>Formasi Baturaja</b>, Formasi ini diendapkan secara selaras di atas Fm. Talang Akar dengan ketebalan antara 200 sampai 250 m. Litologi terdiri dari batugamping, batugamping terumbu, batugamping pasiran, batugamping serpihan, serpih gampingan dan napal kaya foraminifera, moluska dan koral. Formasi ini diendapkan pada lingkungan litoral-neritik dan berumur Miosen Awal. Secara lebih rinci berikut adalah data mengenai <span lang="en-US">petroleum system</span> dari formasi Batu Raja.</div></li>
</ol><ul><li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><span lang="en-US">TOC 0.5 – 1.5 wt% </span><span lang="en-US">à</span><span lang="en-US"> Fair - Good </span> </div></li>
<li><div align="JUSTIFY" lang="en-US" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"> Kerogen Tipe I, II, III</div></li>
<li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><span lang="en-US">Mature T-max 436-450</span><sup><span lang="en-US">0</span></sup><span lang="en-US">C</span></div></li>
<li><div align="JUSTIFY" lang="en-US" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"> Kerogen Tipe I, II, III</div></li>
<li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.19in;"> <span lang="en-US">Mature T-max 436-450</span><sup><span lang="en-US">0</span></sup><span lang="en-US">C</span></div></li>
</ul><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.19in; margin-top: 0.19in;"> <br />
<br />
</div><ol start="5"><li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.19in; margin-top: 0.19in;"> <b>Formasi Gumai</b>, Formasi Gumai diendapkan secara selaras di atas Formasi Baturaja dimana formasi ini menandai terjadinya transgresi maksimum di Cekungan Sumatera Selatan. Bagian bawah formasi ini terdiri dari serpih gampingan dengan sisipan batugamping, napal dan batulanau. Sedangkan di bagian atasnya berupa perselingan antara batupasir dan serpih.Ketebalan formasi ini secara umum bervariasi antara 150 m - 2200 m dan diendapkan pada lingkungan laut dalam. Formasi Gumai berumur Miosen Awal-Miosen Tengah. Secara lebih rinci berikut adalah data mengenai <span lang="en-US">petroleum system</span> dari formasi Gumai.</div></li>
</ol><ul><li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><span lang="en-US">TOC 0.5-11.5 wt% </span><span lang="en-US">à</span><span lang="en-US">fair - excellent </span> </div></li>
<li><div align="JUSTIFY" lang="en-US" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"> Kerogen Tipe III</div></li>
<li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.19in;"> <span lang="en-US">Early mature T-max 400-430</span><sup><span lang="en-US">0</span></sup><span lang="en-US">C</span></div></li>
</ul><ol start="6"><li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.19in;"> <strong>Formasi Air Benakat, </strong>Formasi Air Benakat diendapkan secara selaras di atas Formasi Gumai dan merupakan awal terjadinya fase regresi. Formasi ini terdiri dari batulempung putih kelabu dengan sisipan batupasir halus, batupasir abu-abu hitam kebiruan, glaukonitan setempat mengan dung lignit dan di bagian atas mengandung tufaan sedangkan bagian tengah kaya akan fosil foraminifera. Ketebalan Formasi Air Benakat bervariasi antara 100-1300 m dan berumur Miosen Tengah-Miosen Akhir. Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal. Secara lebih rinci berikut adalah data mengenai <span lang="en-US">petroleum system</span> dari Air Benakat.</div></li>
</ol><ul><li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;">TOC 0.5 – 1.7 wt% Fair – Good</div></li>
<li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;">Imature T-max < 430<sup>0</sup>C</div></li>
<li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.19in;"> 0.29-0.30 %Ro<span lang="en-US"> </span> </div></li>
</ul><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.19in; margin-top: 0.19in;"> <br />
<br />
</div><ol start="7"><li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.19in; margin-top: 0.19in;"> <b>Formasi Muara Enim</b>, Formasi Muara Enim mewakili tahap akhir dari fase regresi tersier. Formasi ini diendapkan secara selaras di atas Formasi Air Benakat pada lingkungan laut dangkal, paludal, dataran delta dan non marin. Ketebalan formasi ini 500 – 1000m, terdiri dari batupasir, batulempung , batulanau dan batubara. Batupasir pada formasi ini dapat mengandung glaukonit dan debris volkanik. Pada formasi ini terdapat oksida besi berupa konkresi-konkresi dan <i>silisified wood.</i> Sedangkan batubara yang terdapat pada formasi ini umumnya berupa lignit. Formasi Muara Enim berumur Miaosen Akhir – Pliosen Awal. Secara lebih rinci berikut adalah data mengenai <span lang="en-US">petroleum system</span> dari Air Benakat.</div></li>
</ol><ul><li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;">TOC 0.5-52.7 wt% àFair - Excellent </div></li>
<li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;">Imature T-max < 430<sup>0</sup>C</div></li>
<li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.19in;"> 0.29-0.30 %Ro<span lang="en-US"> </span> </div></li>
</ul><ol start="8"><li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><b>Formasi Kasai</b>, Formasi Kasai diendapkan secara selaras di atas Formasi Muara Enim dengan ketebalan 850 – 1200 m. Formasi ini terdiri dari batupasir tufan dan tefra riolitik di bagian bawah. Bagian atas terdiri dari tuf <i>pumice</i> kaya kuarsa, batupasir, konglomerat, tuf pasiran dengan lensa rudit mengandung <i>pumice</i> dan tuf berwarna abu-abu kekuningan, banyak dijumpai sisa tumbuhan dan lapisan tipis lignit serta kayu yang terkersikkan. Fasies pengendapannya adalah <i>fluvial</i> dan <i>alluvial fan</i>. Formasi Kasai berumur Pliosen Akhir-Plistosen Awal.</div></li>
<li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.19in;"> <strong>Sedimen Kuarter, </strong>Satuan ini merupakan Litologi termuda yang tidak terpengaruh oleh orogenesa Plio-Plistosen. Golongan ini diendapkan secara tidak selaras di atas formasi yang lebih tua yang teridi dari batupasir, fragmen-fragmen konglemerat berukuran kerikil hingga bongkah, hadir batuan volkanik andesitik-basaltik berwarna gelap. Satuan ini berumur resen.</div></li>
</ol>fufahttp://www.blogger.com/profile/07414638102892042963noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4633646405933197272.post-57361347388968021812010-11-03T04:48:00.000-07:002010-11-03T04:48:32.141-07:00TAMAN NASIONAL PULAU KOMODO<ol><li><div style="margin-bottom: 0in;"><span style="font-size: small;"><b>Lokasi Pulau Komodo</b></span></div></li>
</ol><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.25in;"> <span class="sd-abs-pos" style="left: 0.18in; position: absolute; top: 1.2in; width: 291px;"></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">Pulau Komodo</span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"> adalah sebuah </span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">pulau</span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"> yang terletak di Kepulauan </span></span><span style="color: blue;"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Nusa_Tenggara"><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="text-decoration: none;">Nusa Tenggara</span></span></span></a></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">. Letak Geografis Pulau Komodo adalah 119°09’00” – 119°55’00” BT dan 8°20’00” – 8°53’00” LS. </span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">Pulau</span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"> </span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">Komodo</span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"> dikenal sebagai habitat asli hewan </span></span><span style="color: blue;"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Komodo"><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="text-decoration: none;">komodo</span></span></span></a></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">. </span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">Pulau</span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"> ini juga merupakan kawasan </span></span><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Taman_Nasional_Komodo"><span style="color: blue;"><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="text-decoration: none;">Taman Nasional </span></span></span></span><span style="color: blue;"><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="text-decoration: none;">Komodo</span></span></span></span></a><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"> yang dikelola oleh Pemerintah Pusat. </span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">Pulau</span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"> </span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">Komodo</span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"> berada di sebelah barat </span></span><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Sumbawa"><span style="color: blue;"><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="text-decoration: none;">Pulau</span></span></span></span><span style="color: blue;"><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="text-decoration: none;"> Sumbawa</span></span></span></span></a><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">, yang dipisahkan oleh </span></span><span style="color: blue;"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Selat_Sape"><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="text-decoration: none;">Selat Sape</span></span></span></a></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">. Secara administratif, </span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">pulau</span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"> ini termasuk wilayah </span></span><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Komodo,_Manggarai_Barat"><span style="color: blue;"><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="text-decoration: none;">Kecamatan </span></span></span></span><span style="color: blue;"><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="text-decoration: none;">Komodo</span></span></span></span></a><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">, </span></span><span style="color: blue;"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Manggarai_Barat"><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="text-decoration: none;">Kabupaten Manggarai Barat</span></span></span></a></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">, Provinsi </span></span><span style="color: blue;"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Nusa_Tenggara_Timur"><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="text-decoration: none;">Nusa Tenggara Timur</span></span></span></a></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">, </span></span><span style="color: blue;"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia"><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="text-decoration: none;">Indonesia</span></span></span></a></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">. </span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">Pulau</span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"> </span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">Komodo</span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"> merupakan ujung paling barat Provinsi Nusa Tenggara Timur, berbatasan dengan Provinsi </span></span><span style="color: blue;"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Nusa_Tenggara_Barat"><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="text-decoration: none;">Nusa Tenggara Barat</span></span></span></a></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">. Sejak tahun 1980, kawasan seluas 1.817 km² ini dijadikan Taman Nasional oleh Pemerintah Indonesia, yang kemudian diakui UNESCO sebagai Situs Warisan Dunia pada 1986. Bersama pulau besar lainnya, yakni Pulau Rinca dan Padar. Pulau Komodo dan beberapa </span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">pulau</span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"> kecil di sekitarnya terus dipelihara sebagai habitat asli reptil yang dijuluki “Komodo Dragon” ini.</span></span></div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.25in; text-indent: 0.38in;"> <span style="color: black;"><span style="font-size: small;">Di </span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">Pulau</span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"> </span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">Komodo</span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">, hewan </span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">komodo</span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"> hidup dan berkembang biak dengan baik. Hingga Agustus 2009, di </span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">pulau</span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"> ini terdapat sekitar 1300 ekor </span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">komodo</span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">. Ditambah dengan </span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">pulau</span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"> lain, seperti </span></span><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Rinca"><span style="color: blue;"><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="text-decoration: none;">Pulau</span></span></span></span><span style="color: blue;"><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="text-decoration: none;"> Rinca</span></span></span></span></a><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"> dan dan </span></span><span style="color: blue;"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Gili_Motang"><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="text-decoration: none;">Gili Motang</span></span></span></a></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">, jumlah mereka keseluruhan mencapai sekitar 2500 ekor. Ada pula sekitar 100 ekor </span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">komodo</span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"> di </span></span><span style="color: blue;"><a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Cagar_Alam_Wae_Wuul&action=edit&redlink=1"><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="text-decoration: none;">Cagar Alam Wae Wuul</span></span></span></a></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"> di daratan </span></span><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Flores"><span style="color: blue;"><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="text-decoration: none;">Pulau</span></span></span></span><span style="color: blue;"><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="text-decoration: none;"> Flores</span></span></span></span></a><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"> tapi tidak termasuk wilayah </span></span><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Taman_Nasional_Komodo"><span style="color: blue;"><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="text-decoration: none;">Taman Nasional </span></span></span></span><span style="color: blue;"><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="text-decoration: none;">Komodo</span></span></span></span></a><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">.</span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><i><br />
</i></span></span></div><ol start="2"><li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><b>Sejarah Pulau Komodo</b></span></span></div></li>
</ol><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.25in; text-indent: 0.38in;"> <span style="color: black;"><span style="font-size: small;">Pada tahun 1910 orang Belanda menamai pulau di sisi selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur ini dengan julukan Pulau Komodo. Cerita ini berawal dari Letnan Steyn van Hens Broek yang mencoba membuktikan laporan pasukan Belanda tentang adanya hewan besar menyerupai naga di pulau tersebut. Steyn lantas membunuh seekor komodo tersebut dan membawa dokumentasinya ke Museum and Botanical Garden di Bogor untuk diteliti.</span></span></div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.25in; text-indent: 0.38in;"> <span style="color: black;"><span style="font-size: small;">Pada tahun 1912 di harian nasional Hindia Belanda. Peter A. Ouwens, direktur Museum Zoologi di Bogor adalah orang yang telah mengenalkan komodo kepada dunia lewat papernya itu. Semenjak itu, ekspedisi dan penelitian terhadap spesies langka ini terus dilakukan, bahkan dikabarkan sempat menginspirasi Film KingKong di tahun 1933. Menyadari perlunya perlindungan terhadap Komodo di tengah aktivitas manusia di habitat aslinya itu, pada tahun 1915 Pemerintah Belanda mengeluarkan larangan perburuan dan pembunuhan komodo.</span></span></div><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.25in;"> <span class="sd-abs-pos" style="left: 0.25in; position: absolute; top: 4.09in; width: 180px;"></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">Sejak tahu</span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">n 1980, kawasan seluas 1.817 km² ini dijadikan Taman Nasional oleh Pemerintah Indonesia, yang kemudian diakui UNESCO sebagai Situs Warisan Dunia pada 1986. Bersama pulau besar lainnya, yakni Pulau Rinca dan Padar. Pulau Komodo dan beberapa pulau kecil di sekitarnya terus dipelihara sebagai habitat asli reptil yang ini. Douglas Burden adalah orang yang pertama memberikan nama "Komodo dragon" kepada hewan ini. Tiga dari spesimen komodo yang diperolehnya dibentuk kembali menjadi hewan pajangan dan hingga kini masih disimpan di Museum Sejarah Alam Amerika </span></span></div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.25in; text-indent: 0.38in;"> <span style="color: black;"><span style="font-size: small;">Tahun 2009, Taman Nasional Komodo dinobatkan menjadi finalis "New Seven Wonders of Nature" yang baru diumumkan pada tahun 2010 melalui voting secara online di </span></span><span style="color: blue;"><a href="http://www.n7w.com/"><span style="font-size: small;"><span style="text-decoration: none;">www.N7W.com</span></span></a></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">. Hasil voting sampai tanggal 16 Februari 2009 pukul 09.37 yang dipantau di situs new7wonder.com, hari Minggu (22/2), Taman Nasional Pulau Komodo berada sementara di peringkat 13 di kategori kelompok E (</span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><i>forest/national park/nature reserves</i></span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">). Peringkat 1-12 sementara kategori ini adalah berturut-turut Puerto Princesa, Amazon, Sundarbans Forest, Tree of Life, Bialowieza Forest, Balck Forest, Retezat National Park, Dinosaur Park, Christmas Island, Eua National Park, Okawango Delta, dan El Kala National Park.</span></span></div><ol start="3"><li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><b>Taman Nasional Komodo</b></span></span></div></li>
</ol><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.25in; text-indent: 0.38in;"> <span style="color: black;"><span style="font-size: small;">Keadaan alam yang kering dan gersang menjadikan suatu keunikan tersendiri. Adanya padang savana yang luas, sumber air yang terbatas dan suhu yang cukup panas, ternyata merupakan habitat yang disenangi oleh sejenis binatang purba Komodo (</span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><i>Varanus comodoensis</i></span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">).</span></span></div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.25in; text-indent: 0.38in;"> <span style="color: black;"><span style="font-size: small;">Sebagian besar taman nasional ini merupakan savana dengan pohon lontar (</span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><i>Borassus flabellifer</i></span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">) yang paling dominan dan khas. Beberapa tumbuhan yang ada di Taman Nasional Komodo antara lain rotan (</span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><i>Calamus sp</i></span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">.), bambu (</span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><i>Bambusa sp</i></span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">.), asam (</span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><i>Tamarindus indica</i></span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">), kepuh (</span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><i>Sterculia foetida</i></span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">), bidara (</span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><i>Ziziphus jujuba</i></span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">), dan bakau (</span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><i>Rhizophora sp</i></span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">.) Selain satwa khas Komodo, terdapat rusa (</span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><i>Cervus timorensis floresiensis</i></span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">), babi hutan (</span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><i>Sus scrofa</i></span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">), ajag (</span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><i>Cuon alpanus javanicus</i></span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">), kuda liar (</span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><i>Equus qaballus</i></span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">), kerbau liar (</span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><i>Bubalus bubalis</i></span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">); 2 jenis penyu, 10 jenis lumba-lumba, 6 jenis paus dan duyung yang sering terlihat di perairan laut Taman Nasional Komodo.</span></span></div><div align="CENTER" lang="" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.38in;"> </div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.25in; text-indent: 0.38in;"> <span style="color: black;"><span style="font-size: small;">Potensi kehidupan laut di taman nasional ini tercatat sebanyak 259 jenis karang dan 1.000 jenis ikan seperti barakuda, marlin, ekor kuning, kakap merah, baronang, dan lain-lain. Taman Nasional Komodo merupakan aset nasional yang mendapat dukungan bantuan teknis untuk pengelolaannya secara internasional dari UNESCO. Keanekaragaman budaya potensi bahari dengan luas empat kali lipat dari luas daratan, perairan laut sawu dengan karakteristik yang unik, antara lain sebagai jalur mamalia laut (ikan paus) yang sangat erat kaitannya dengan tradisi masyarakat pesisir di NTT, yaitu penangkapan ikan paus di Lamalera, Lembata. Teridentifikasi ada sebelas spesies ikan paus yang melewati jalur ini dan dua spesies di antaranya merupakan jenis yang langka dan hampir punah, yaitu paus sperm atau kotekelema di lamalera dan paus biru atau lelanggaji.</span></span></div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.25in; text-indent: 0.38in;"> <span style="color: black;"><span style="font-size: small;">Keunikan lain dari perairan ini adalah sebagai salah satu bagian dari </span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><i>coral triangle centre</i></span></span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"> (segitiga pusat terumbu karang dunia) sehingga memiliki taman laut yang sangat indah seperti di Selat Pantar-Alor. Di perairan utara merupakan perairan hangat hasil pertemuan arus dari Laut Banda dan Flores. Sebaliknya, perairan selatan menawarkan perairan dingin dari arus Samudera Indonesia. Kombinasi kedua karakter perairan yang berbeda ini menghasilkan ekosistem bawah laut yang kaya. Berbagai macam jenis terumbu karang hidup subur dan menjadi tempat hidup sekian banyak spesies ikan sekaligus penyedia sistem penunjang kehidupan air laut. Banyak penyelam telah menyaksikan kehidupan bawah laut perairan pulau Komodo yang memesona, yang menyimpan berjuta potensi keanekaragaman hayati. </span></span> </div><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.25in;"> </div><div align="RIGHT" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.25in; text-indent: 0.38in;"> </div><ol start="4"><li><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-size: small;"><b>Lingkungan Fisik Taman Nasional Komodo</b></span></div></li>
</ol><ul><li><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-size: small;"><b>Topografi</b></span></div></li>
</ul><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.75in;"> <span style="font-size: small;">Topografi di Taman Nasional Komodo cukup bervariasi, dengan kelerengan berkisar antara 0 - 80%. Topografi di Pulau Komodo terdapat banyak tebing curam ke laut, dan teluk kecil dan besar, sedangkan dataran terdapat di pantai utara dan timur. Di Pulau Rinca, dataran terdapat di sebelah utara, dan beberapa di bagian timur dan barat (Loh Buaya, Loh Kima, Loh Beru, Kampung Rinca dan Kampung Kerora). Di luar itu, daerahnya berbukit-bukit. Di pulau Padar, seluruh daerahnya bergunung kecuali di dekat pantai. Ketinggian berkisar antara 0 m dpal hingga 735 m dpal. Puncak tertinggi ialah Gunung Satalibo (735 m dpal) di Pulau Komodo. Di Pulau Rinca gunung tertinggi ialah Doro Ora dengan 667 m dpal. Gunung tertinggi di Pulau Padar ialah Piramida dengan 269 m dpal.</span></div><ul><li><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-size: small;"><b>Geologi</b></span></div></li>
</ul><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.75in;"> <span style="font-size: small;">Kawasan ini terletak pada pertemuan dua lempengan kontinen: yakni Lempeng Australia dan Indo-Eurasia. Gesekan antara kedua lempengan ini telah menimbulkan proses vulkanis besar, tekanannya juga menyebabkan pengangkatan terumbu karang, sedangkan pulau-pulau di Taman Nasional Komodo berasal dari proses vulkanis. Walaupun tidak terdapat gunung berapi aktif di dalam kawasan, getaran-getaran dari Gili Banta (letusan terakhir 1957) dan Gunung Sangeang (letusan terakhir 1996) merupakan hal biasa. Komodo Barat terbentuk mungkin pada era Jurasic sekitar 130 juta tahun lalu. Komodo Timur, Rinca dan Padar mungkin terbentuk sekitar 49 juta tahun lalu dalam era Eosin. Pulau-pulau ini berubah terus menerus melalui proses erosi dan pengangkatan. Sekitar 18.000 tahun lalu permukaan laut berada sekitar 85 meter lebih rendah, dan perpindahan satwa Komodo antara Flores dan Komodo mungkin terjadi pada saat itu. Berdasarkan peta geologi berskala 1:250.000 oleh Van Bemmelen tahun 1949, formasi batu yang tersebar di Taman Nasional Komodo adalah sebagai berikut:</span></div><ul><li><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-size: small;">Formasi andesit ditemukan di bagian selatan dan utara Pulau Komodo, Rinca dan di beberapa tempat di Pulau Padar dan Pulau Gili Motang.</span></div></li>
<li><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-size: small;">Deposit vulkanis terdapat di bagian timur Pulau Komodo, di bagian tengah Pulau Rinca dan di sebagianPulau Padar.</span></div></li>
<li><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-size: small;">Formasi efusif ditemukan di bagian tengah Pulau Komodo dan bagian utara Pulau Rinca. </span> </div></li>
</ul><ul><li><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-size: small;"><b>Tanah</b></span></div></li>
</ul><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.75in;"> <span style="font-size: small;">Komodo Barat terdiri dari konglomerat kapur, serpihan pasir, tanah liat dan batu vulkanis dan batu pasir. Kapur koral predominan di Komodo Timur, Rinca dan Padar. Tanah terutama terdiri dari dysropept. Jenis ini mudah tererosi pada musim hujan. Berdasarkan peta tanah tahun 1970 (skala 1:250.000) dari Lembaga Penelitian Tanah, Taman Nasional Komodo memiliki jenis-jenis tanah sebagai berikut:</span></div><ul><li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-size: small;">Tanah mediteran merah-kuning, ditemukan di Pulau Rinca dan beberapa pulau kecil di sekitarnya. Tanah mediteran merah-kuning peka terhadap erosi. </span> </div></li>
<li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-size: small;">Tanah komplek, ditemukan di Pulau Komodo dan Pulau Padar, dan pulau-pulau kecil di sekitarnya; jenis tanah ini berwarna coklat keabu-abuan dan merupakan komposit dari beberapa jenis tanah, termasuk latosol dan grumosol yang peka terhadap erosi. </span> </div></li>
</ul><ul><li><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-size: small;"><b>Iklim</b></span></div></li>
</ul><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.75in;"> <span style="font-size: small;">Dengan lingkungan yang cenderung kering, Taman Nasional Komodo mempunyai curah hujan rendah atau sama sekali tidak berhujan selama 8 bulan setahun, dan sangat dipengaruhi oleh hujan musim. Tingkat kelembaban tinggi sepanjang tahun hanya ditemukan di hutan kuasi, awan di puncak gunung dan di lereng-lereng. Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson, Taman Nasional Komodo termasuk jenis F (sangat kering), dengan Q = 1,97 dan rata-rata curah hujan setahun antara 200 sampai 1.500 mm. Desember sampai Maret umumnya merupakan musim hujan setiap tahun, selebihnya kering. Suhu umumnya berkisar antara 17° C sampai 34° C, dengan tingkat kelembaban rata-rata 36%. Dari November sampai Maret angin bertiup dari barat dan menyebabkan ombak besar yang menerpa seluruh garis pantai barat Pulau Komodo. Dari April sampai Oktober angin kering dan ombak besar menerpa pantai-pantai selatan Pulau Rinca dan Pulau Komodo.</span></div><ul><li><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-size: small;"><b>Hidrologi</b></span></div></li>
</ul><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.75in;"> <span style="font-size: small;">Pola penyebaran air tawar mempengaruhi pola penyebaran vegetasi dan satwa di dalam kawasan, dan berdampak besar terhadap pengembangan kawasan. Daerah aliran sungai yang cukup luas berada di Gunung Ara – Gunung Satalibo di Komodo dan di Doro Ora di Rinca. Arus sungai bergantung pada kepadatan atau ketebalan penutupan vegetasi hutan di daerah tersebut, sehingga hutan ini harus dilindungi. Daerah aliran sungai ini juga menyediakan air yang sangat terbatas sepanjang tahun melalui mata air dan genangan. Sejumlah mata air abadi terdapat di pesisir Pulau Komodo, Rinca dan Padar tetapi mutu dan ukurannya sangat bervariasi. Pada umumnya, sungai muncul pada musim hujan dan hilang pada musim kering.</span></div><ul><li><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-size: small;"><b>Kondisi Perairan Taman Nasional Komodo</b></span></div></li>
</ul><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.75in;"> <span style="font-size: small;">Kombinasi arus kuat, terumbu karang dan pulau-pulau kecil membuat pelayaran sekeliling pulau - pulau Taman Nasional Komodo sulit dan berbahaya. Tempat berlabuh yang terlindung tersedia di Teluk Loh Liang di pesisir timur Pulau Komodo, pesisir tenggara Pulau Padar, dan Teluk-teluk Loh Kima dan Loh Dasami di Pulau Rinca. Selat-selat di antara Rinca dan daratan, serta Padar dan Rinca, relatif dangkal (kedalaman 30 - 70 meter), tetapi mempunyai arus kuat yang berubah dengan pasang surut. Di kawasan lain Taman Nasional Komodo, perairan mempunyai kedalaman 100 - 200 meter. Suhu air pernah dipantau dalam rangka kajian rehabilitasi terumbu karang bekerjasama dengan University of California, Berkeley. Suhu direkam setiap 10 menit di 3 lokasi (Utara, Tengah, Selatan). Suhu menunjukkan pola siklus sekitar 2 minggu lamanya, mungkin sesuai dengan siklus bulan purnama dan bulan baru. Kisaran suhu sedikit bervariasi dari Utara ke Selatan. Di Utara, suhu berkisar antara 25</span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">°C</span></span><span style="font-size: small;"> – 29</span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">°</span></span><span style="font-size: small;">C. Di tengah, suhu berkisar antara 24</span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">°C</span></span><span style="font-size: small;"> dan 28</span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">°</span></span><span style="font-size: small;">C. Suhu-suhu paling rendah di Selatan, berkisar antara 22</span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">°C </span></span><span style="font-size: small;">- 28</span><span style="color: black;"><span style="font-size: small;">°</span></span><span style="font-size: small;">C. Keasinan air sekitar 34 ppt (35 ppt adalah optimal bagi terumbu koral) dan air cukup jernih, walaupun perairan lebih dekat ke pulau-pulau relatif lebih keruh.</span></div><div align="CENTER" lang="" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.75in;"> </div><ol start="5"><li><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-size: small;"><b>Hewan Prasejarah yang Bertahan di Pulau Komodo</b></span></div></li>
</ol><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.25in;"> <span class="sd-abs-pos" style="left: 0.3in; position: absolute; top: 4.46in; width: 221px;"></span><span style="font-size: small;">Usai Perang Dunia I, sebuah ekspedisi ilmiah dirancang untuk melakukan penelitian komodo. Pada 1926, ekspedisi yang dipimpin W Douglas Burden dari </span><span style="font-size: small;"><i>American Museum of Natural History </i></span><span style="font-size: small;">dengan perangkat penelitian termodern, melakukan penelitian selama berbulan-bulan. Ekspedisi yang melibatkan puluhan orang itu menangkap 27 ekor komodo. Mereka melakukan bedah anatomi dan identifikasi spesies. Dari sinilah laporan ilmiah pertama yang lengkap tentang komodo dibuat. </span> </div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.25in; text-indent: 0.44in;"> <span style="font-size: small;">Dideskripsikan bahwa komodo memiliki kepala yang besar dan kuat, memiliki sepasang mata yang bersinar, kulitnya keras, tebal dan liat. Memiliki kelambir kulit berkerut di bawah lehernya. Bentuknya mirip dengan biawak, dengan empat kaki yang gemuk besar dan ekor yang juga gemuk besar panjang. Memiliki 26 gigi yang tajam, masing-masing berukuran 4 cm, memiliki lidah bercabang yang berwarna merah cerah. Jika dilihat dari kejauhan, lidah yang dijulurkan akan mirip api, karena komodo sering menjulurkan lidahnya seperti ular. Komodo juga pemburu handal. Ia mengandalkan gigitan dan racun bakteri pada ludahnya untuk melumpuhkan mangsa. Ia akan mengikuti mangsanya yang sudah terluka selama berhari-hari, sampai akhirnya mati, barulah ia menyantapnya. </span> </div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.25in; text-indent: 0.44in;"> <span style="font-size: small;">Sebagai karnivora dan scavenger (pemakan bangkai), komodo memang hanya ditemui di Pulau Komodo, Pulau Rinca, Pulau Padar, Gili Motang, Owadi dan Samiin. Komodo juga diketahui sebagai hewan yang jago berenang. Dengan cara itulah ia melakukan penjelajahan di pulau-pulau sekitar Flores.</span></div><ul><li><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-size: small;"><b>Komodo Dragon ( </b></span><span style="font-size: small;"><i><b>Veranus comodoensis</b></i></span><span style="font-size: small;"><b> )</b></span></div></li>
</ul><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 1.19in; text-indent: 0.44in;"> <span style="font-size: small;">Komodo dragon atau dalam bahasa daerah disebut "</span><span style="font-size: small;"><i>Ora</i></span><span style="font-size: small;">" termasuk dalam reptil dengan panjang mencapai 10 ft (3 m) dan berat hingga 300 pound (135 kg) menjadikan Komodo Dragon sebagai kadal terbesar di dunia. Komodo Dragon masih berkerabat dengan Mossaur, yaitu kadal purba yang hidup sekitar 136 sampai 65 juta tahun yang lalu. Ciri khas Komodo adalah lidahnya yang bercabang seperti ular dan dapat menelan mangsa yang besar secara utuh, dengan kepala meruncing dan dapat bergerak dengan cepat. Komodo merupakan predator yang ganas mereka memangsa serangga, telur, burung, mamalia kecil dan bangkai. Mulut komodo membawa bakteri yang mematikan, gigitannya bisa sangat mematikan. Studi terbaru mengemukakan bahwa komodo mempunyai kelenjar racun di mulutnya yang menghasilkan racun untuk melumpuhkan mangsa.</span></div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 1.19in; text-indent: 0.44in;"> <span style="font-size: small;">Komodo dewasa hidup di darat sedangkan Komodo muda hidup di pohon dan hidup dengan memangsa serangga. Hal ini dilakukan agar komodo muda tidak dimangsa oleh komodo dewasa. selain berjalan didarat komodo merupakan perenang yang ulung, Komodo dapat berenang jauh dari pulau, walaupun gerakannya lambat namun komodo dapat bergerak dengan sangat cepat ketika dibutuhkan. Dua Spesies Komodo yaitu Komodo Dragon dan Komodo Gray's dinyatakan sebagai spesies yang terancam punah</span></div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 1.19in; text-indent: 0.44in;"> <span style="font-size: small;">Komodo Dragon tidak dapat berkembang biak jika ditangkarkan dan bahkan mati. Pada tahun 1926, W. Douglas Burden, dari American Museum of Natural History ditugaskan untuk melakukan ekspedisi dan menangkap komodo untuk dibawa ke Amerika. Dia lah yang menyebut "Dragon". Burden kembali dengan membawa dua komodo hidup dan beberapa yang diawetkan untuk dipelajari di museum. Komodo yang hidup tadi hanya dapat bertahan hidup sebentar di Kebun Binatang Bronx</span></div><ol start="6"><li><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-size: small;"><b>Masyarakat Suku Modo di Pulau Komodo</b></span></div></li>
</ol><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.25in; text-indent: 0.38in;"> <span style="font-size: small;">Pulau Komodo yang terletak di antara Pulau Sumbawa dan Flores, Nusatenggara Timur, tak hanya dikenal dunia karena dihuni reptil purba komodo. Ternyata, sekelompok manusia yang menamakan dirinya Suku Modo juga mendiami pulau tersebut. Bahkan, sejak dahulu kala mereka terbiasa hidup berdampingan dengan biawak raksasa tersebut. Meskipun saat ini, sejumlah permasalahan mengganjal keseharian masyarakat Suku Modo. Betapa tidak, sejak tahun 1980, pemerintah menetapkan tanah warisan leluhur mereka sebagai kawasan Taman Nasional Komodo (TNK). </span> </div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.25in; text-indent: 0.38in;"> <span style="font-size: small;">Namun, keberadaan Taman Nasional Komodo tampaknya tak menggentarkan warga Suku Modo. Mereka tetap berkeinginan mendiami tanah kelahirannya, walaupun pemerintah setempat sudah menyerukan untuk memindahkan ke tempat lain. Tak hanya itu, orang Modo (begitu mereka disebut) mengalami perubahan mata pencaharian hidup, dari masyarakat petani menjadi nelayan lantaran kondisi alam yang kering. Bahkan, sebagian dari mereka menjalani profesi sebagai perajin yang tentunya seiring dengan perubahan Pulau Komodo menjadi kawasan wisata. </span> </div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.25in; text-indent: 0.38in;"> <span style="font-size: small;">Bila mengunjungi kawasan tersebut, biasanya para turis asing maupun lokal terlebih dahulu menuju Bandar Udara Labuanbajo, wilayah barat Flores, NTT. Setelah itu, para turis menaiki angkutan umum menuju Pelabuhan Labuanbajo yang menjadi pintu gerbang ke Pulau Komodo. Selanjutnya, dengan menggunakan speedboad perjalanan laut itu menghabiskan waktu sekitar dua jam. Begitu sampai di Pulau Komodo, pemandangan alam nan indah seolah menyambut kedatangan para pengunjung. </span> </div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.25in; text-indent: 0.38in;"> <span style="font-size: small;">Di tempat inilah (sekitar seabad lampau) seorang ahli biologi berkebangsaan Belanda terdampar lantaran kerusakan mesin pada kapal yang hendak mengangkutnya menuju benua Australia. Ia adalah Owens, orang asing pertama penemu reptil raksasa yang dianggapnya sebagai "cucu naga." Bayangkan saja, panjang tubuh satwa langka dewasa tersebut dapat mencapai tiga meter. Kadal raksasa inilah yang kemudian bernama komodo atau sebutan latinnya </span><span style="font-size: small;"><i>Varanus komodoensis</i></span><span style="font-size: small;">. Sayangnya, saat ini, binatang langka dan buas itu diperkirakan tinggal berjumlah 2.600 ekor. </span> </div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.25in; text-indent: 0.38in;"> <span style="font-size: small;">Tentu saja, kondisi tersebut cukup memprihatinkan. Padahal, reptil besar itu di dunia hanya hidup di Pulau Komodo yang luasnya mencakup 332,4 kilometer persegi. Sedangkan wilayah seluas 173.300 hektare ditetapkan sebagai kawasan Taman Nasional Komodo. Hal itu untuk melestarikan satwa langka tersebut. Karena itu, tak heran bila seluruh penjuru dunia pun memusatkan perhatiannya di tempat tersebut. Kendati demikian, pada tahun 1974, seorang turis berkebangsaan Swiss diketahui sebagai orang pertama yang dimangsa komodo. Bahkan, sejumlah makam yang terletak di pesisir seakan memperingatkan kepada pengunjung akan keganasan binatang melata raksasa tersebut. </span> </div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.25in; text-indent: 0.38in;"> <span style="font-size: small;">Menurut sebuah penelitian, komodo adalah binatang pemangsa daging atau karnivora. Hewan jenis karnivora itu biasanya memangsa kambing dan rusa. Namun, tak jarang biawak raksasa itu memakan bangkai jenisnya sendiri. Sekalipun tidak berbisa, satwa langka tersebut sangat beracun. Betapa tidak, hewan lain atau orang yang tergigit dapat mati karena racun pada gigi komodo. Kebuasan komodo juga dipengaruhi habitatnya yang merupakan daratan kering. Dengan kata lain, hanya binatang yang mampu beradaptasi di tempat keras inilah yang dapat bertahan hidup. </span> </div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.25in; text-indent: 0.38in;"> <span style="font-size: small;">Serupa dengan hewan komodo, orang Modo pun terkenal akan daya juang hidupnya yang besar. Suku Modo yang kini lebih dikenal sebagai orang Komodo (sebutan orang luar terhadap mereka) justru sudah mengantisipasi keberadaan kadal raksasa tersebut. Sebab, bukan tak mungkin binatang melata itu bakal menyerang mereka. Itulah sebabnya, mereka membangun rumah panggung di pinggir pantai. Hal itu bukan saja menghindarkan diri dari serangan komodo, tapi juga babi hutan. </span> </div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.25in; text-indent: 0.38in;"> <span style="font-size: small;">Pada awal 1930, populasi Suku Modo tercatat hanya sekitar 140-an jiwa. Namun, hingga saat ini, sudah berkembang menjadi 1.140 jiwa. Umumnya, mereka berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Modo. Bahasa asli itu bisa dikatakan menyerupai bahasa Manggarai. Sementara mata pencaharian awalnya adalah berkebun dan berladang dengan pembagian tanah ladang secara adat. Namun, kondisi alam yang kering menyebabkan sebagian dari mereka beralih mata pencarian sebagai nelayan atau mengumpulkan ikan-ikan kecil. Sementara sebagian orang Modo lainnya berprofesi sebagai pengrajin, menyusul kebijakan pemerintah daerah NTT yang membuka kawasan itu sebagai satu di antara tujuan wisata.</span></div><ol start="7"><li><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-size: small;"><b>Pulau-Pulau di Sekitar Pulau Komodo</b></span></div></li>
</ol><ol><li><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-size: small;"><b>Pulau Rinca</b></span></div></li>
</ol><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.5in; text-indent: 0.5in;"> <span style="font-size: small;">Rinca adalah sebuah pulau yang terletak di Kepulauan Nusa Tenggara. Pulau Rinca beserta Pulau Komodo merupakan kawasan Taman Nasional Komodo yang dikelola oleh Pemerintah Pusat. Pulau Rinca berada di sebelah barat Pulau Flores, yang dipisahkan oleh Selat Mola. Titik tertinggi pulau ini berada di Doro (Gunung) Ora, 670 m dpl. Secara administratif, pulau ini termasuk wilayah Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia.</span></div><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.5in;"><span style="font-size: small;">(</span><span style="color: blue;"><u><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Rinca"><span style="font-size: small;">http://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Rinca</span></a></u></span><span style="font-size: small;">)</span></div><ol start="2"><li><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-size: small;"><b>Pulau Padar</b></span></div></li>
</ol><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.5in; text-indent: 0.5in;"> <span style="font-size: small;">Pulau Padar adalah pulau ketiga terbesar di kawasan Taman Nasional Komodo, setelah Pulau Komodo dan Pulau Rinca. Pulau ini relatif lebih dekat ke Pulau Rinca daripada ke Pulau Komodo, yang dipisahkan oleh Selat Lintah. Pulau Padar juga dihuni oleh ora (biawak komodo). Di sekitar pulau ini terdapat pula tiga atau empat pulau kecil.</span></div><ol start="3"><li><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-size: small;"><b>Pulau Gili Dasami</b></span></div></li>
</ol><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.5in; text-indent: 0.5in;"> <span style="font-size: small;">Gili Dasami adalah pulau kecil di Indonesia, yang merupakan bagian dari gugusan kepulauan Sunda Kecil, yang bersama dengan kepulauan Sunda Besar membentuk kepulauan Sunda.</span></div><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.5in; text-indent: 0.5in;"> <span style="font-size: small;">Pulau ini dihuni oleh spesies biawak komodo. Gili Dasami merupakan bagian dari Taman Nasional Komodo. Pada tahun 1991, sebagai bagian dari taman nasional ini, Gili Dasami diterima sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO.</span></div><ol start="4"><li><div style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in;"><span style="font-size: small;">Pulau Gili Motang</span></div></li>
</ol><div align="JUSTIFY" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0in; margin-left: 0.5in; text-indent: 0.5in;"> <span style="font-size: small;">Gili Motang adalah pulau kecil di Indonesia, yang merupakan bagian dari gugusan kepulauan di dalam Taman Nasional Komodo. Pulau ini memiliki luas sekitar 30 km². Pulau ini dihuni oleh sekitar seratus ekor biawak komodo (ora). Pada tahun 1991, Gili Motang bersama-sama dengan kepulauan lainnya di sekitar Pulau Komodo diterima sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO.</span></div>fufahttp://www.blogger.com/profile/07414638102892042963noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4633646405933197272.post-82103224627026950222010-10-28T22:04:00.000-07:002010-10-28T22:04:30.526-07:00Batuan PiroklastikBatuan Piroklastik adalah batuan yang di hasilkan oleh proses litifikasi. litifikasi bahan-bahan yang di lemparkan dari pusat vulkan selama erupsi yang bersifat eksplosif.<br />
Litifikasi adalah proses menyatunya bahan-bahan menjadi batuan.fufahttp://www.blogger.com/profile/07414638102892042963noreply@blogger.com0