Rabu, 03 November 2010

TAMAN NASIONAL PULAU KOMODO

  1. Lokasi Pulau Komodo
Pulau Komodo adalah sebuah pulau yang terletak di Kepulauan Nusa Tenggara. Letak Geografis Pulau Komodo adalah 119°09’00” – 119°55’00” BT dan 8°20’00” – 8°53’00” LS. Pulau Komodo dikenal sebagai habitat asli hewan komodo. Pulau ini juga merupakan kawasan Taman Nasional Komodo yang dikelola oleh Pemerintah Pusat. Pulau Komodo berada di sebelah barat Pulau Sumbawa, yang dipisahkan oleh Selat Sape. Secara administratif, pulau ini termasuk wilayah Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Pulau Komodo merupakan ujung paling barat Provinsi Nusa Tenggara Timur, berbatasan dengan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Sejak tahun 1980, kawasan seluas 1.817 km² ini dijadikan Taman Nasional oleh Pemerintah Indonesia, yang kemudian diakui UNESCO sebagai Situs Warisan Dunia pada 1986. Bersama pulau besar lainnya, yakni Pulau Rinca dan Padar. Pulau Komodo dan beberapa pulau kecil di sekitarnya terus dipelihara sebagai habitat asli reptil yang dijuluki “Komodo Dragon” ini.
Di Pulau Komodo, hewan komodo hidup dan berkembang biak dengan baik. Hingga Agustus 2009, di pulau ini terdapat sekitar 1300 ekor komodo. Ditambah dengan pulau lain, seperti Pulau Rinca dan dan Gili Motang, jumlah mereka keseluruhan mencapai sekitar 2500 ekor. Ada pula sekitar 100 ekor komodo di Cagar Alam Wae Wuul di daratan Pulau Flores tapi tidak termasuk wilayah Taman Nasional Komodo.
  1. Sejarah Pulau Komodo
Pada tahun 1910 orang Belanda menamai pulau di sisi selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur ini dengan julukan Pulau Komodo. Cerita ini berawal dari Letnan Steyn van Hens Broek yang mencoba membuktikan laporan pasukan Belanda tentang adanya hewan besar menyerupai naga di pulau tersebut. Steyn lantas membunuh seekor komodo tersebut dan membawa dokumentasinya ke Museum and Botanical Garden di Bogor untuk diteliti.
Pada tahun 1912 di harian nasional Hindia Belanda. Peter A. Ouwens, direktur Museum Zoologi di Bogor adalah orang yang telah mengenalkan komodo kepada dunia lewat papernya itu. Semenjak itu, ekspedisi dan penelitian terhadap spesies langka ini terus dilakukan, bahkan dikabarkan sempat menginspirasi Film KingKong di tahun 1933. Menyadari perlunya perlindungan terhadap Komodo di tengah aktivitas manusia di habitat aslinya itu, pada tahun 1915 Pemerintah Belanda mengeluarkan larangan perburuan dan pembunuhan komodo.
Sejak tahun 1980, kawasan seluas 1.817 km² ini dijadikan Taman Nasional oleh Pemerintah Indonesia, yang kemudian diakui UNESCO sebagai Situs Warisan Dunia pada 1986. Bersama pulau besar lainnya, yakni Pulau Rinca dan Padar. Pulau Komodo dan beberapa pulau kecil di sekitarnya terus dipelihara sebagai habitat asli reptil yang ini. Douglas Burden adalah orang yang pertama memberikan nama "Komodo dragon" kepada hewan ini. Tiga dari spesimen komodo yang diperolehnya dibentuk kembali menjadi hewan pajangan dan hingga kini masih disimpan di Museum Sejarah Alam Amerika
Tahun 2009, Taman Nasional Komodo dinobatkan menjadi finalis "New Seven Wonders of Nature" yang baru diumumkan pada tahun 2010 melalui voting secara online di www.N7W.com. Hasil voting sampai tanggal 16 Februari 2009 pukul 09.37 yang dipantau di situs new7wonder.com, hari Minggu (22/2), Taman Nasional Pulau Komodo berada sementara di peringkat 13 di kategori kelompok E (forest/national park/nature reserves). Peringkat 1-12 sementara kategori ini adalah berturut-turut Puerto Princesa, Amazon, Sundarbans Forest, Tree of Life, Bialowieza Forest, Balck Forest, Retezat National Park, Dinosaur Park, Christmas Island, Eua National Park, Okawango Delta, dan El Kala National Park.
  1. Taman Nasional Komodo
Keadaan alam yang kering dan gersang menjadikan suatu keunikan tersendiri. Adanya padang savana yang luas, sumber air yang terbatas dan suhu yang cukup panas, ternyata merupakan habitat yang disenangi oleh sejenis binatang purba Komodo (Varanus comodoensis).
Sebagian besar taman nasional ini merupakan savana dengan pohon lontar (Borassus flabellifer) yang paling dominan dan khas. Beberapa tumbuhan yang ada di Taman Nasional Komodo antara lain rotan (Calamus sp.), bambu (Bambusa sp.), asam (Tamarindus indica), kepuh (Sterculia foetida), bidara (Ziziphus jujuba), dan bakau (Rhizophora sp.) Selain satwa khas Komodo, terdapat rusa (Cervus timorensis floresiensis), babi hutan (Sus scrofa), ajag (Cuon alpanus javanicus), kuda liar (Equus qaballus), kerbau liar (Bubalus bubalis); 2 jenis penyu, 10 jenis lumba-lumba, 6 jenis paus dan duyung yang sering terlihat di perairan laut Taman Nasional Komodo.
Potensi kehidupan laut di taman nasional ini tercatat sebanyak 259 jenis karang dan 1.000 jenis ikan seperti barakuda, marlin, ekor kuning, kakap merah, baronang, dan lain-lain. Taman Nasional Komodo merupakan aset nasional yang mendapat dukungan bantuan teknis untuk pengelolaannya secara internasional dari UNESCO. Keanekaragaman budaya potensi bahari dengan luas empat kali lipat dari luas daratan, perairan laut sawu dengan karakteristik yang unik, antara lain sebagai jalur mamalia laut (ikan paus) yang sangat erat kaitannya dengan tradisi masyarakat pesisir di NTT, yaitu penangkapan ikan paus di Lamalera, Lembata. Teridentifikasi ada sebelas spesies ikan paus yang melewati jalur ini dan dua spesies di antaranya merupakan jenis yang langka dan hampir punah, yaitu paus sperm atau kotekelema di lamalera dan paus biru atau lelanggaji.
Keunikan lain dari perairan ini adalah sebagai salah satu bagian dari coral triangle centre (segitiga pusat terumbu karang dunia) sehingga memiliki taman laut yang sangat indah seperti di Selat Pantar-Alor. Di perairan utara merupakan perairan hangat hasil pertemuan arus dari Laut Banda dan Flores. Sebaliknya, perairan selatan menawarkan perairan dingin dari arus Samudera Indonesia. Kombinasi kedua karakter perairan yang berbeda ini menghasilkan ekosistem bawah laut yang kaya. Berbagai macam jenis terumbu karang hidup subur dan menjadi tempat hidup sekian banyak spesies ikan sekaligus penyedia sistem penunjang kehidupan air laut. Banyak penyelam telah menyaksikan kehidupan bawah laut perairan pulau Komodo yang memesona, yang menyimpan berjuta potensi keanekaragaman hayati.
  1. Lingkungan Fisik Taman Nasional Komodo
  • Topografi
Topografi di Taman Nasional Komodo cukup bervariasi, dengan kelerengan berkisar antara 0 - 80%. Topografi di Pulau Komodo terdapat banyak tebing curam ke laut, dan teluk kecil dan besar, sedangkan dataran terdapat di pantai utara dan timur. Di Pulau Rinca, dataran terdapat di sebelah utara, dan beberapa di bagian timur dan barat (Loh Buaya, Loh Kima, Loh Beru, Kampung Rinca dan Kampung Kerora). Di luar itu, daerahnya berbukit-bukit. Di pulau Padar, seluruh daerahnya bergunung kecuali di dekat pantai. Ketinggian berkisar antara 0 m dpal hingga 735 m dpal. Puncak tertinggi ialah Gunung Satalibo (735 m dpal) di Pulau Komodo. Di Pulau Rinca gunung tertinggi ialah Doro Ora dengan 667 m dpal. Gunung tertinggi di Pulau Padar ialah Piramida dengan 269 m dpal.
  • Geologi
Kawasan ini terletak pada pertemuan dua lempengan kontinen: yakni Lempeng Australia dan Indo-Eurasia. Gesekan antara kedua lempengan ini telah menimbulkan proses vulkanis besar, tekanannya juga menyebabkan pengangkatan terumbu karang, sedangkan pulau-pulau di Taman Nasional Komodo berasal dari proses vulkanis. Walaupun tidak terdapat gunung berapi aktif di dalam kawasan, getaran-getaran dari Gili Banta (letusan terakhir 1957) dan Gunung Sangeang (letusan terakhir 1996) merupakan hal biasa. Komodo Barat terbentuk mungkin pada era Jurasic sekitar 130 juta tahun lalu. Komodo Timur, Rinca dan Padar mungkin terbentuk sekitar 49 juta tahun lalu dalam era Eosin. Pulau-pulau ini berubah terus menerus melalui proses erosi dan pengangkatan. Sekitar 18.000 tahun lalu permukaan laut berada sekitar 85 meter lebih rendah, dan perpindahan satwa Komodo antara Flores dan Komodo mungkin terjadi pada saat itu. Berdasarkan peta geologi berskala 1:250.000 oleh Van Bemmelen tahun 1949, formasi batu yang tersebar di Taman Nasional Komodo adalah sebagai berikut:
  • Formasi andesit ditemukan di bagian selatan dan utara Pulau Komodo, Rinca dan di beberapa tempat di Pulau Padar dan Pulau Gili Motang.
  • Deposit vulkanis terdapat di bagian timur Pulau Komodo, di bagian tengah Pulau Rinca dan di sebagianPulau Padar.
  • Formasi efusif ditemukan di bagian tengah Pulau Komodo dan bagian utara Pulau Rinca.
  • Tanah
Komodo Barat terdiri dari konglomerat kapur, serpihan pasir, tanah liat dan batu vulkanis dan batu pasir. Kapur koral predominan di Komodo Timur, Rinca dan Padar. Tanah terutama terdiri dari dysropept. Jenis ini mudah tererosi pada musim hujan. Berdasarkan peta tanah tahun 1970 (skala 1:250.000) dari Lembaga Penelitian Tanah, Taman Nasional Komodo memiliki jenis-jenis tanah sebagai berikut:
  • Tanah mediteran merah-kuning, ditemukan di Pulau Rinca dan beberapa pulau kecil di sekitarnya. Tanah mediteran merah-kuning peka terhadap erosi.
  • Tanah komplek, ditemukan di Pulau Komodo dan Pulau Padar, dan pulau-pulau kecil di sekitarnya; jenis tanah ini berwarna coklat keabu-abuan dan merupakan komposit dari beberapa jenis tanah, termasuk latosol dan grumosol yang peka terhadap erosi.
  • Iklim
Dengan lingkungan yang cenderung kering, Taman Nasional Komodo mempunyai curah hujan rendah atau sama sekali tidak berhujan selama 8 bulan setahun, dan sangat dipengaruhi oleh hujan musim. Tingkat kelembaban tinggi sepanjang tahun hanya ditemukan di hutan kuasi, awan di puncak gunung dan di lereng-lereng. Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson, Taman Nasional Komodo termasuk jenis F (sangat kering), dengan Q = 1,97 dan rata-rata curah hujan setahun antara 200 sampai 1.500 mm. Desember sampai Maret umumnya merupakan musim hujan setiap tahun, selebihnya kering. Suhu umumnya berkisar antara 17° C sampai 34° C, dengan tingkat kelembaban rata-rata 36%. Dari November sampai Maret angin bertiup dari barat dan menyebabkan ombak besar yang menerpa seluruh garis pantai barat Pulau Komodo. Dari April sampai Oktober angin kering dan ombak besar menerpa pantai-pantai selatan Pulau Rinca dan Pulau Komodo.
  • Hidrologi
Pola penyebaran air tawar mempengaruhi pola penyebaran vegetasi dan satwa di dalam kawasan, dan berdampak besar terhadap pengembangan kawasan. Daerah aliran sungai yang cukup luas berada di Gunung Ara – Gunung Satalibo di Komodo dan di Doro Ora di Rinca. Arus sungai bergantung pada kepadatan atau ketebalan penutupan vegetasi hutan di daerah tersebut, sehingga hutan ini harus dilindungi. Daerah aliran sungai ini juga menyediakan air yang sangat terbatas sepanjang tahun melalui mata air dan genangan. Sejumlah mata air abadi terdapat di pesisir Pulau Komodo, Rinca dan Padar tetapi mutu dan ukurannya sangat bervariasi. Pada umumnya, sungai muncul pada musim hujan dan hilang pada musim kering.
  • Kondisi Perairan Taman Nasional Komodo
Kombinasi arus kuat, terumbu karang dan pulau-pulau kecil membuat pelayaran sekeliling pulau - pulau Taman Nasional Komodo sulit dan berbahaya. Tempat berlabuh yang terlindung tersedia di Teluk Loh Liang di pesisir timur Pulau Komodo, pesisir tenggara Pulau Padar, dan Teluk-teluk Loh Kima dan Loh Dasami di Pulau Rinca. Selat-selat di antara Rinca dan daratan, serta Padar dan Rinca, relatif dangkal (kedalaman 30 - 70 meter), tetapi mempunyai arus kuat yang berubah dengan pasang surut. Di kawasan lain Taman Nasional Komodo, perairan mempunyai kedalaman 100 - 200 meter. Suhu air pernah dipantau dalam rangka kajian rehabilitasi terumbu karang bekerjasama dengan University of California, Berkeley. Suhu direkam setiap 10 menit di 3 lokasi (Utara, Tengah, Selatan). Suhu menunjukkan pola siklus sekitar 2 minggu lamanya, mungkin sesuai dengan siklus bulan purnama dan bulan baru. Kisaran suhu sedikit bervariasi dari Utara ke Selatan. Di Utara, suhu berkisar antara 25°C – 29°C. Di tengah, suhu berkisar antara 24°C dan 28°C. Suhu-suhu paling rendah di Selatan, berkisar antara 22°C - 28°C. Keasinan air sekitar 34 ppt (35 ppt adalah optimal bagi terumbu koral) dan air cukup jernih, walaupun perairan lebih dekat ke pulau-pulau relatif lebih keruh.
  1. Hewan Prasejarah yang Bertahan di Pulau Komodo
Usai Perang Dunia I, sebuah ekspedisi ilmiah dirancang untuk melakukan penelitian komodo. Pada 1926, ekspedisi yang dipimpin W Douglas Burden dari American Museum of Natural History dengan perangkat penelitian termodern, melakukan penelitian selama berbulan-bulan. Ekspedisi yang melibatkan puluhan orang itu menangkap 27 ekor komodo. Mereka melakukan bedah anatomi dan identifikasi spesies. Dari sinilah laporan ilmiah pertama yang lengkap tentang komodo dibuat.
Dideskripsikan bahwa komodo memiliki kepala yang besar dan kuat, memiliki sepasang mata yang bersinar, kulitnya keras, tebal dan liat. Memiliki kelambir kulit berkerut di bawah lehernya. Bentuknya mirip dengan biawak, dengan empat kaki yang gemuk besar dan ekor yang juga gemuk besar panjang. Memiliki 26 gigi yang tajam, masing-masing berukuran 4 cm, memiliki lidah bercabang yang berwarna merah cerah. Jika dilihat dari kejauhan, lidah yang dijulurkan akan mirip api, karena komodo sering menjulurkan lidahnya seperti ular. Komodo juga pemburu handal. Ia mengandalkan gigitan dan racun bakteri pada ludahnya untuk melumpuhkan mangsa. Ia akan mengikuti mangsanya yang sudah terluka selama berhari-hari, sampai akhirnya mati, barulah ia menyantapnya.
Sebagai karnivora dan scavenger (pemakan bangkai), komodo memang hanya ditemui di Pulau Komodo, Pulau Rinca, Pulau Padar, Gili Motang, Owadi dan Samiin. Komodo juga diketahui sebagai hewan yang jago berenang. Dengan cara itulah ia melakukan penjelajahan di pulau-pulau sekitar Flores.
  • Komodo Dragon ( Veranus comodoensis )
Komodo dragon atau dalam bahasa daerah disebut "Ora" termasuk dalam reptil dengan panjang mencapai 10 ft (3 m) dan berat hingga 300 pound (135 kg) menjadikan Komodo Dragon sebagai kadal terbesar di dunia. Komodo Dragon masih berkerabat dengan Mossaur, yaitu kadal purba yang hidup sekitar 136 sampai 65 juta tahun yang lalu. Ciri khas Komodo adalah lidahnya yang bercabang seperti ular dan dapat menelan mangsa yang besar secara utuh, dengan kepala meruncing dan dapat bergerak dengan cepat. Komodo merupakan predator yang ganas mereka memangsa serangga, telur, burung, mamalia kecil dan bangkai. Mulut komodo membawa bakteri yang mematikan, gigitannya bisa sangat mematikan. Studi terbaru mengemukakan bahwa komodo mempunyai kelenjar racun di mulutnya yang menghasilkan racun untuk melumpuhkan mangsa.
Komodo dewasa hidup di darat sedangkan Komodo muda hidup di pohon dan hidup dengan memangsa serangga. Hal ini dilakukan agar komodo muda tidak dimangsa oleh komodo dewasa. selain berjalan didarat komodo merupakan perenang yang ulung, Komodo dapat berenang jauh dari pulau, walaupun gerakannya lambat namun komodo dapat bergerak dengan sangat cepat ketika dibutuhkan. Dua Spesies Komodo yaitu Komodo Dragon dan Komodo Gray's dinyatakan sebagai spesies yang terancam punah
Komodo Dragon tidak dapat berkembang biak jika ditangkarkan dan bahkan mati. Pada tahun 1926, W. Douglas Burden, dari American Museum of Natural History ditugaskan untuk melakukan ekspedisi dan menangkap komodo untuk dibawa ke Amerika. Dia lah yang menyebut "Dragon". Burden kembali dengan membawa dua komodo hidup dan beberapa yang diawetkan untuk dipelajari di museum. Komodo yang hidup tadi hanya dapat bertahan hidup sebentar di Kebun Binatang Bronx
  1. Masyarakat Suku Modo di Pulau Komodo
Pulau Komodo yang terletak di antara Pulau Sumbawa dan Flores, Nusatenggara Timur, tak hanya dikenal dunia karena dihuni reptil purba komodo. Ternyata, sekelompok manusia yang menamakan dirinya Suku Modo juga mendiami pulau tersebut. Bahkan, sejak dahulu kala mereka terbiasa hidup berdampingan dengan biawak raksasa tersebut. Meskipun saat ini, sejumlah permasalahan mengganjal keseharian masyarakat Suku Modo. Betapa tidak, sejak tahun 1980, pemerintah menetapkan tanah warisan leluhur mereka sebagai kawasan Taman Nasional Komodo (TNK).
Namun, keberadaan Taman Nasional Komodo tampaknya tak menggentarkan warga Suku Modo. Mereka tetap berkeinginan mendiami tanah kelahirannya, walaupun pemerintah setempat sudah menyerukan untuk memindahkan ke tempat lain. Tak hanya itu, orang Modo (begitu mereka disebut) mengalami perubahan mata pencaharian hidup, dari masyarakat petani menjadi nelayan lantaran kondisi alam yang kering. Bahkan, sebagian dari mereka menjalani profesi sebagai perajin yang tentunya seiring dengan perubahan Pulau Komodo menjadi kawasan wisata.
Bila mengunjungi kawasan tersebut, biasanya para turis asing maupun lokal terlebih dahulu menuju Bandar Udara Labuanbajo, wilayah barat Flores, NTT. Setelah itu, para turis menaiki angkutan umum menuju Pelabuhan Labuanbajo yang menjadi pintu gerbang ke Pulau Komodo. Selanjutnya, dengan menggunakan speedboad perjalanan laut itu menghabiskan waktu sekitar dua jam. Begitu sampai di Pulau Komodo, pemandangan alam nan indah seolah menyambut kedatangan para pengunjung.
Di tempat inilah (sekitar seabad lampau) seorang ahli biologi berkebangsaan Belanda terdampar lantaran kerusakan mesin pada kapal yang hendak mengangkutnya menuju benua Australia. Ia adalah Owens, orang asing pertama penemu reptil raksasa yang dianggapnya sebagai "cucu naga." Bayangkan saja, panjang tubuh satwa langka dewasa tersebut dapat mencapai tiga meter. Kadal raksasa inilah yang kemudian bernama komodo atau sebutan latinnya Varanus komodoensis. Sayangnya, saat ini, binatang langka dan buas itu diperkirakan tinggal berjumlah 2.600 ekor.
Tentu saja, kondisi tersebut cukup memprihatinkan. Padahal, reptil besar itu di dunia hanya hidup di Pulau Komodo yang luasnya mencakup 332,4 kilometer persegi. Sedangkan wilayah seluas 173.300 hektare ditetapkan sebagai kawasan Taman Nasional Komodo. Hal itu untuk melestarikan satwa langka tersebut. Karena itu, tak heran bila seluruh penjuru dunia pun memusatkan perhatiannya di tempat tersebut. Kendati demikian, pada tahun 1974, seorang turis berkebangsaan Swiss diketahui sebagai orang pertama yang dimangsa komodo. Bahkan, sejumlah makam yang terletak di pesisir seakan memperingatkan kepada pengunjung akan keganasan binatang melata raksasa tersebut.
Menurut sebuah penelitian, komodo adalah binatang pemangsa daging atau karnivora. Hewan jenis karnivora itu biasanya memangsa kambing dan rusa. Namun, tak jarang biawak raksasa itu memakan bangkai jenisnya sendiri. Sekalipun tidak berbisa, satwa langka tersebut sangat beracun. Betapa tidak, hewan lain atau orang yang tergigit dapat mati karena racun pada gigi komodo. Kebuasan komodo juga dipengaruhi habitatnya yang merupakan daratan kering. Dengan kata lain, hanya binatang yang mampu beradaptasi di tempat keras inilah yang dapat bertahan hidup.
Serupa dengan hewan komodo, orang Modo pun terkenal akan daya juang hidupnya yang besar. Suku Modo yang kini lebih dikenal sebagai orang Komodo (sebutan orang luar terhadap mereka) justru sudah mengantisipasi keberadaan kadal raksasa tersebut. Sebab, bukan tak mungkin binatang melata itu bakal menyerang mereka. Itulah sebabnya, mereka membangun rumah panggung di pinggir pantai. Hal itu bukan saja menghindarkan diri dari serangan komodo, tapi juga babi hutan.
Pada awal 1930, populasi Suku Modo tercatat hanya sekitar 140-an jiwa. Namun, hingga saat ini, sudah berkembang menjadi 1.140 jiwa. Umumnya, mereka berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Modo. Bahasa asli itu bisa dikatakan menyerupai bahasa Manggarai. Sementara mata pencaharian awalnya adalah berkebun dan berladang dengan pembagian tanah ladang secara adat. Namun, kondisi alam yang kering menyebabkan sebagian dari mereka beralih mata pencarian sebagai nelayan atau mengumpulkan ikan-ikan kecil. Sementara sebagian orang Modo lainnya berprofesi sebagai pengrajin, menyusul kebijakan pemerintah daerah NTT yang membuka kawasan itu sebagai satu di antara tujuan wisata.
  1. Pulau-Pulau di Sekitar Pulau Komodo
  1. Pulau Rinca
Rinca adalah sebuah pulau yang terletak di Kepulauan Nusa Tenggara. Pulau Rinca beserta Pulau Komodo merupakan kawasan Taman Nasional Komodo yang dikelola oleh Pemerintah Pusat. Pulau Rinca berada di sebelah barat Pulau Flores, yang dipisahkan oleh Selat Mola. Titik tertinggi pulau ini berada di Doro (Gunung) Ora, 670 m dpl. Secara administratif, pulau ini termasuk wilayah Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia.
  1. Pulau Padar
Pulau Padar adalah pulau ketiga terbesar di kawasan Taman Nasional Komodo, setelah Pulau Komodo dan Pulau Rinca. Pulau ini relatif lebih dekat ke Pulau Rinca daripada ke Pulau Komodo, yang dipisahkan oleh Selat Lintah. Pulau Padar juga dihuni oleh ora (biawak komodo). Di sekitar pulau ini terdapat pula tiga atau empat pulau kecil.
  1. Pulau Gili Dasami
Gili Dasami adalah pulau kecil di Indonesia, yang merupakan bagian dari gugusan kepulauan Sunda Kecil, yang bersama dengan kepulauan Sunda Besar membentuk kepulauan Sunda.
Pulau ini dihuni oleh spesies biawak komodo. Gili Dasami merupakan bagian dari Taman Nasional Komodo. Pada tahun 1991, sebagai bagian dari taman nasional ini, Gili Dasami diterima sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO.
  1. Pulau Gili Motang
Gili Motang adalah pulau kecil di Indonesia, yang merupakan bagian dari gugusan kepulauan di dalam Taman Nasional Komodo. Pulau ini memiliki luas sekitar 30 km². Pulau ini dihuni oleh sekitar seratus ekor biawak komodo (ora). Pada tahun 1991, Gili Motang bersama-sama dengan kepulauan lainnya di sekitar Pulau Komodo diterima sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar